REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya
Para ahli sejarah menyebutkan pada masa pemerintahan Dinasti Al-Murabitun berbagai bidang ilmu pengetahuan dikembangkan oleh kaum Muslimin dari berbagai aspek. Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat pada masa itu telah melahirkan para ilmuwan serta ulama yang andal di bidangnya masing-masing.
Berikut adalah ilmuwan terkemuka di zaman Almoravid:
* Ibnu Zuhr
Dunia kedokteran Islam telah mengenal dan menguasai penyakit jantung sejak 900 tahun silam. Menurut Rabie Abdel-Halim dan Salah R Elfaqih dalam karyanya bertajuk ”Pericardial Pathology 900 Years Ago: A Study and Translations from an Arabic Medical Textbook,” salah seorang dokter Muslim yang sudah mengkaji dan menguasai pengobatan penyakit jantung di zaman keemasan Islam adalah Ibnu Zuhr (1091-1161 M) atau dikenal dengan nama Avenzoar di dunia Barat.
Berdasarkan hasil kajian dari Kitab al-Taysir, karya dokter Muslim legendaris dari Andalusia itu, para sejarawan sains menemukan fakta bahwa Ibnu Zuhr sudah menguasai pengobatan pericarditis. Pericarditis merupakan penyakit peradangan pada pericardium (kantong yang mengelilingi jantung).
Pericarditis dapat menyebabkan cairan menumpuk di dalam pericardium dan menekan jantung, membatasi kemampuan jantung untuk mengisi dan memompa darah.
Ibnu Zuhr yang diahirkan di Seville, Spanyol, pada tahun 1091 M ini dikenal sebagai dokter, apoteker, ahli bedah, sarjana Islam, dan seorang guru. Beberapa sejarawan menyebut Ibnu Zuhr sebagai orang Yahudi, namun Bapak Sejarah Sains, George Sarton memastikan bahwa sang dokter adalah seorang Muslim.
Ia menimba ilmu kedokteran di Universitas Cordoba. Ibnu Zuhr merupakan keturunan dari keluarga Bani Zuhr yang melahirkan lima generasi dokter, termasuk dua di antaranya wanita. Ia pertama kali belajar praktik kedokteran dari ayahnya bernama Abu’l-Ala Zuhr (wafat tahun 1131 M). Kakeknya juga adalah seorang dokter yang termasyhur di Andalusia.
Setelah merampungkan studinya di bidang sastra dan hukum, Ibnu Zuhr mulai mendalami ilmu kedokteran secara khusus. Ibnu Zuhr lalu mendedikasikan dirinya untuk penguasa Dinasti al-Murabitun. Hubungannya dengan penguasa Dinasti Al-Murabitun memburuk ketika Ali bin Yusuf bin Tasyfin berkuasa.
Ibnu Zuhr lalu dipenjara selama 10 tahun di Marrakech. Setelah kekuasaan dinasti itu berakhir, Ibnu Zuhr kembali ke Andalusia dan mengabdi pada Abdul Mukmin bin Ali penguasa pertama Dinasti Muwahiddun. Di era kekuasaan Dinasti Muwahidun, Ibnu Zuhr menulis karya-karyanya. Ia tutup usia pada 1161 M di tanah kelahirannya, Seville. Meski begitu, ia tetap dikenang dan namanya masih tetap abadi.
Ibnu Zuhr mewariskan beberapa kitab kedokteran penting bagi peradaban manusia modern, seperti Kitab at-Taysirfi al-Mudawat wa at-Tadbir (Perawatan dan Diet) dan Kitab al-Iktisad fi Islah an-Nufus wa al-Ajsad ( Perawatan Jiwa dan Raga) yang berisi rangkuman berbagai penyakit, perawatannya, pencegahan, kesehatan, dan psikoterapi. Salinan kitab ini masih tersimpan di Perpustakaan Istana di Rabat.
Karyanya yang lain adalah Kitab al-Aghdia wa al-Adwya (Nutrisi dan Obat). Dalam kitab itu, Ibnu Zuhr menjelaskan beragam jenis makanan bergizi, obat-obatan, serta dampaknya bagi kesehatan risalah. Dua salinannya masih tersimpan dengan baik di Perpustakaan Istana di Rabat. Lewat karya-karyanya itulah pemikiran Ibnu Zuhr hingga kini tak pernah mati.
* Ibnu Bajjah
Nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh merupakan filsuf dan dokter Muslim Andalusia yang dikenal di Barat dengan nama Avempace. Ia lahir di Saragossa, Spanyol, pada tahun 1082 M dan meninggal di Fez, Maroko pada 1138 M.
Ziaduddin Sardar dalam bukunya, Science in Islamic Philosopy, menggambarkan sosok Ibnu Bajjah sebagai sarjana Muslim multitalenta. Ibnu Bajjah dikenal sebagai seorang astronom, musisi, dokter, fisikawan, psikolog, pujangga, filsuf, dan ahli logika serta matematikus.Ia mengembangkan beragam ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti al-Murabitun.
Ibnu Bajjah dikenal sebagai penyair yang hebat. Pamornya sebagai seorang sastrawan dan ahli bahasa begitu mengilap. Salah satu bukti kehebatannya dalam bidang sastra dibuktikannya dengan meraih kemenangan dalam kompetisi puisi bergengsi di zamannya. Emilio Gracia Gomes dalam esainya bertajuk, Moorish Spain, mencatat Ibnu Bajjah sebagai seorang sastrawan hebat.
Menurut seorang penulis kontemporer, Ibnu Khaqan, selain dikenal sebagai seorang penyair, Ibn Bajjah juga dikenal sebagai musisi. Ia piawai bermain musik, terutama gambus. Yang lebih mengesankan lagi, Ibnu Bajjah adalah ilmuwan yang hafal Alquran. Selain menguasai beragam ilmu, Ibnu Bajjah pun dikenal pula sebagai politikus ulung.
Kehebatannya dalam berpolitik mendapat perhatian dari Abu Bakar bin Ibrahim, seorang gubernur Dinasti al-Murabitun.Ia pun diangkat sebagai menteri semasa Abu Bakar Ibrahim berkuasa di Saragosa. Setelah itu, selama 20 tahun, Ibnu Bajjah pun diangkat menjadi menteri oleh Yahya bin Yusuf bin Tasyfin, yang tak lain adalah saudara Sultan Dinasti al-Murabitun, Yusuf bin Tasyfin.
Pemikirannya memiliki pengaruh yang jelas pada Ibnu Rusyd. Kebanyakan buku dan tulisannya tidak lengkap (atau teratur baik) karena kematiannya yang cepat. Buah pikirnya yang paling populer adalah Risalah al-Wida. Dalam kitab itu, Ibnu Bajjah menceritakan tentang ketuhanan, kewujudan manusia, alam, dan uraian mengenai bidang perobatan.
Karya Ibnu Bajjah lainnya yang berpengaruh adalah Kitab Tadbir al-Mutawahhid. Kitab itu mengungkap pandangannya dalam bidang politik dan filsafat. Ia lebih menekankan kehidupan individu dalam masyarakat yang disebut Mutawahhid . Risalah Tadbir al-Mutawahhid itu diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol. Karya lainnya adalah risalah al-Ittisal al-Aql Bi al-Insan. Karya yang satu ini mengupas secara detail tentang hubungan akal dengan manusia.
Ibnu Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul, Al-Nafs, yang membicarakan persoalan jiwa. Kitab itu juga menerangkan persoalan yang berkait tentang jiwa manusia dengan Tuhan dan pencapaian manusia yang tertinggi daripada kewujudan manusia yaitu kebahagiaan. Pembicaraan itu banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran filsafat Yunani, seperti Aristoteles, Galenos, Al-Farabi, dan Al-Razi.
Berkat kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, tak mengherankan jika Ibnu Bajjah dinobatkan sebagai ilmuwan yang hebat dan sangat dihormati sepanjang sejarah. "Kedudukan Ibnu Bajjah setara dengan Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan Al-Farabi," kata sejarawan besar, Ibnu Khaldun.