Selasa 10 Apr 2012 10:48 WIB

Kilau Baghdad di Era Abbasiyah (1)

Rep: Ali Ridho/ Red: Chairul Akhmad
Reruntuhan kota kuno Babylonia dengan latar belakang salah satu istana mantan Presiden Iraq Saddam Husein di Irak.
Foto: Blogspot.com
Reruntuhan kota kuno Babylonia dengan latar belakang salah satu istana mantan Presiden Iraq Saddam Husein di Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, Sejarah Kota Baghdad memang mengagumkan. Kota ini dihuni oleh umat manusia sejak 4000 SM.

Dahulu, kota tersebut menjadi bagian dari Babylonia kuno. Dan, sejak tahun 600 hingga 500 SM, secara bergantian dikuasai oleh Persia, Yunani, dan Romawi. Kata "baghdad" itu sendiri berarti "taman keadilan". Konon, ada taman tempat istirahat Kisra Anusyirwan. Kini, taman itu sudah lenyap, tapi namanya masih abadi.

Pentingnya Kota Baghdad menarik perhatian khalifah kedua, Umar bin Khatthab RA. Maka, diutuslah seorang sahabat bernama Sa'ad bin Abi Waqqash untuk menaklukkan kota itu.

Singkat cerita, penduduk setempat menerima agama Islam dengan sangat baik hingga agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini dipeluk oleh mayoritas masyarakat Baghdad.

Dinasti Abbasiyah-lah yang kemudian membangun Kota Baghdad menjadi salah satu kota metropolitan di era keemasan Islam. Pembangunannya diprakarsai oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur (754-755 M), yang memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad. Khalifah kedua dari Dinasti Abbasiyah itu, pada 762 M, menyulap kota kecil Baghdad menjadi sebuah kota baru yang megah.

Pemilihan Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah didasarkan pada berbagai pertimbangan, seperti politik, keamanan, sosial, serta geografis. Damaskus, Kufah, dan Basrah yang lebih dulu berkembang tak dijadikan pilihan lantaran di kota-kota itu masih banyak berkeliaran lawan politik Dinasti Abbasiyah, yakni Dinasti Umayyah yang baru dikalahkan.

Sebelum membangun Kota Baghdad, Al-Mansur mengutus banyak ahli untuk tinggal beberapa lama di kota itu. Mereka diperintahkan untuk meneliti keadaan tanah, cuaca, dan kondisi geografisnya. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa Baghdad yang terletak di tepian Sungai Tigris sangat strategis dijadikan pusat pemerintahan Islam.

Tidak menunggu waktu lama, sang khalifah pun membangun Kota Baghdad. Ia mengerahkan sekitar 100 ribu orang yang terdiri atas arsitek, tukang kayu, tukang batu, pemahat, pelukis, dan lain-lain. Mereka berasal dari berbagai kota, seperti Suriah, Mosul, Basra, Kufah, dan Iran. Dalam Ensiklopedia Islam, disebutkan bahwa dana yang dihabiskan dalam pembangunan itu mencapai 4.883.000 dirham.

Dengan dana sekian besar, jadilah sebuah kota baru dengan arsitektur yang indah. Bentuknya bundar sehingga dijuluki Kota Bundar. Dua lapis tembok besar setinggi 90 kaki mengelilingi kota itu. Lapisan bagian bawah selebar 50 hasta dan bagian atasnya 20 hasta. Dibangun pula parit yang dalam, yang berfungsi untuk saluran air dan benteng pertahanan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement