REPUBLIKA.CO.ID, Sedangkan, Dinasti Abbasiyah, sepertinya sudah puas dengan pengakuan dari provinsi-provinsi yang sebelumnya ditaklukkan oleh Dinasti Umayyah.
Provinsi-provinsi itu, kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko, taat membayar upeti di saat Baghdad masih kuat. Tapi, ketika lemah, mereka menolak membayar pajak, bahkan berani melepaskan diri dari Baghdad.
Dinasti yang akhirnya melepaskan diri antara lain adalah Thahiriyyah di Khurasan; Shafariyah di Fars; Samaniyah di Transoxiana; Sajiyyah di Azerbaijan; Thuluniyah di Mesir; Ikhsyidiyah di Turkistan; Ghazwaniyah di Afghanistan; dan Seljuk di Syria, Irak, dan Kurdistan.
Menurut Watt dalam Politik Islam dalam Lintas Sejarah, keruntuhan Dinasti Abbasiyah sebenarnya mulai tampak pada awal abad ke-9 M. Mungkin, yang dimaksud Watt itu adalah ketika khalifah pengganti Al-Ma'mun, yakni Al-Mu'tashim (833-842 M), menyewa tentara bayaran dari Turki untuk mengamankan pemerintahannya.
Kebijakan itu menyebabkan keuangan negara menjadi sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Dan, pada saat yang sama, sang khalifah sudah tidak lagi punya kekuatan untuk memaksa provinsi-provinsi lain membayar pajak ke Baghdad.
Tentara bayaran asal Turki, pada akhirnya semakin kuat menguasai pemerintahan. Selanjutnya, bisa ditebak, militer Turki itu menjadi ancaman serius bagi kelangsungan kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Benar saja, pada masa Khalifah Al-Mutawakkil, orang-orang Turki berhasil merebut kekuasaan. Dan, sejak itu, kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas.
Tanda-tanda kelemahan lainnya, kata Watt, sultan-sultan Abbasiyah sepeninggal Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma'mun sangat gemar hidup mewah. Setiap khalifah ingin hidupnya lebih mewah dari khalifah sebelumnya. Gaya hidup mewah itu juga menjangkiti para hartawan dan anak-anak pejabat. Ini mengakibatkan jumlah masyarakat miskin naik tajam. Kemudian, terjadilah guncangan politik, ekonomi, dan sosial.
Ada pula faktor eksternal, yaitu Perang Salib dan serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Perang Salib dikobarkan oleh Paus Urbanus II (1088-1099 M) melalui fatwanya. Sedangkan, penyerangan Mongol dilatari kebencian Hulagu Khan, panglima Mongol, terhadap Islam.