REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengaturan penarikan pajak terhadap alat-alat berat dan besar yang diatur Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diperdebatkan. Sebab ada pihak yang menyebut aturan tersebut melanggar asas kepastian hukum dan keadilan yang dijamin konstitusi.
Demikian dikatakan guru besar hukum Tata Negara UI, Natabaya, dan mantan hakim konstitusi, Laica Marzuki, sebagai saksi ahli pemohon dalam sidang uji materiil UU Nomor 28 Tahun 2009 digedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (10/4).
Jika merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kata Natabaya, tidak mungkin untuk memasukkan pengertian alat-alat berat dan besar kepada kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, pengaturan pajak terhadap alat-alat berat dan alat-alat besar masuk pada kendaraan bermotor, melanggar asas kejelasan dan keadilan.
“UU ini telah melanggar, tidak memenuhi asas kejelasan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, menimbulkan ketidakadilan yang melanggar amanah UUD 1945, bertentangan dengan hak konstitusional dari para pemohon,” kata Natabaya dalam pernyataan persnya.
Laica Marzuki berpendapat sama. Menurutnya, alat-alat berat dan besar bukanlah kendaraan transportasi ataupun kendaraan bermotor. Dalam aturan perpajakan, produksi yang diperoleh dari penggunaan alat-alat itulah yang dikenakan pajak, bukan alat-alat berat itu sendiri. “Pengenaan pajak bagi alat-alat berat menyebabkan double tax. Pajak ganda timbulkan ketidakadilan.”
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan Marwanto Hardjowiryono mengatakan, pemerintah menyerahkan sepenuhnya hasil sidang uji materil UU tersebut kepada MK. “Pemerintah menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di MK dan kita akan mendengarkan terus bagaimana keterangan dari para saksi ahli,” ujarnya.