REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara mendapat banyak ‘pujian’ atas kegagalan peluncuran satelit senilai 1 miliar dolar AS (sekitar sembilan triliun rupiah) tersebut. Kegagalan itu membawa penghinaan dan kecaman sejumlah negara pada pemimpin muda baru negara tersebut, Kim Jong Un.
Dewan Keamanan PBB menyesalkan peluncuran tersebut meski berlangsung singkat. Tak hanya itu, DK PBB juga akan menerapkan sanksi baru kepada Korut sebagai respon atas peristiwa tersebut.
Roket Korut mengalami kegagalan Jumat (13/4) lalu setelah sempat meluncur beberapa saat sebelum akhirnya jatuh ke Laut Kuning. Pyongyang pun mengakui kegagalan tersebut setelah sebelumnya memuji proyek tersebut sebagai unjuk kekuatan di tengah krisis ekonomi di Korut.
Kim Jong Un yang baru berusia 27 tahun itu mendapat sorotan dalam acara peluncuran yang bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-100 pendiri Korea Utara Kim II Sung yang merupakan kakek Kim Jong Un. Korut baru mengakui kegagalan roket yang di tembakkan dari pantai Barat Korut itu, empat jam setelah peluncuran.
Peluncuran roket membawa kecaman pada dunia internasional. Barata khawatir Korut akan lebih provokatif untuk melakukan uji coba nuklir ketiga mereka. Padahal, sebelumnya DK PBB mengecam peluncuran roket Korut telah melanggar dua resolusi PBB, yakni terkait pengembangan nuklir dan rudal.
Presiden Dewan Keamanan 15 negara bulan ini sekaligus Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice mengatakan, ia menolak berspekulasi mengenai tindakan DK PBB. Selama ini, DK PBB telah memberlakukan sanksi terhadap Korut setelah uji coba nuklir pertama pada 2006, dan meningkatkan sanksi setelah uji coba kedua di 2009.
Sekertaris Jendral PBB, Ban Ki Moon yang juga merupakan Menteri luar Negeri Korea Selatan mengungkapkan penyesalanya terhadap peluncuran roket tersebut. Ban Ki Moon mendesak Korut untuk tak melakukan tindakan provokatif lebih lanjut yang akan meningkatkan ketegangan di kawasan tersebut.