REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI TIMUR - Kota Bekasi terpilih penjadi kota percontohan pengolahan sampah. Hal ini dikatakan Kepala Sie Teknik Pengolahan Sampah Dinas Kebersihan Bekasi, Kiswati.
"Ada lima kota yang terpilih. Namun untuk realisasi tahun ini, dipilih Bekasi dan Tangerang. Melalui program diharapkan sampah tidak hanya menumpuk di TPA, tapi keluar sudah dalam bentuk terolah. Atau sudah dikelompokkan sehingga tidak tercampur," ujarnya.
Program ini merupakan hasil kerja sama dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan World Bank. Kiswati mengatakan, Kementrian PU memberikan peralatan pengolahan sampah sebagai hibah. Hal ini dikarenakan peralatan tersebut sangat mahal. Harganya berkisar puluhan ribu dolar Amerika. Dana tersebut tidak bisa dilampui APBD seluruhnya.
Program ini mulai terlaksana tahun ini, melalui Internal Treatment Facility. Fasilitas ini memungkinkan sampah dikelompokkan per jenis. Sehingga pemulung bisa langsung mengambil sampah, sesuai kebutuhan. Lokasi program adalah TPA Sumur Batu.
Hal ini tidak terlepas dari banyaknya sampah yang dihasilkan warga Bekasi. Kiswati mengatakan setiap harinya, sekitra empat ratus ton sampah masuk ke TPA Sumur Batu. Jumlah itu hanya 40 persen dari total sampah, sebanyak empat ribu ton per hari. Sisanya, kurang lebih 3.600 ton menjadi sampah liar. Sampah ini ada di saluran air, atau lahan kosong.
"Padahal tidak semua sampah menjadi kewajiban Dinas Kebersihan. Misalnya sampah di selokan. Itu adalah kewajiban Dinas PU. Jika sampah itu sudah ada di pinggir jalan, baru jadi kewajiban kita," ujarnya.
Minimnya jumlah sampah yang terangkut, tidak terlepas dari kurangnya fasilitas. Kiswati mengatakan, saat ini Bidang Persampahan hanya memiliki 92 damtruk dan amroll. Padahal idealnya Bekasi memiliki 250 truk dan amroll. Satu truk berkapasitas sepuluh ribu jiwa.
Terkait adanya fasilitas baru, Dinas Kebersihan akan memperluas TPA menjadi dua puluh hektar. Saat ini lahan TPA hanya tersedia sepuluh hektar. Pembebasan lahan akan berlangsung tiga tahap yaitu 2,4 hektar, 2,3 hektar, dan 5,3 hektar. "Tentu TPA yang lama kita rehabilitasi. Jadi kedua lokasi bisa berjalan terus," kata Kiswati.
Bekasi bukan kota buangan Bekasi bukan kota buangan. Hal ini ditegaskan Kepala Bidang Persampahan Dinas Kebersihan Bekasi, Hasan Abdul Syukur, terkait adanya dua TPA di Bekasi. "Bantar Gerbang itu bukan milik Bekasi. Lahan itu milik Pemprov DKI Jakarta, tapi berlokasi di Bekasi," katanya.
TPA Bantar Gerbang lebih dulu beroperasi. TPA tersebut sudah beroperasi 19 tahun. Luasnya kurang lebih 14 hektar. Setiap harinya 4.500 ton sampah masuk ke TPA.
Lahan TPA dulunya adalah pertambangan. Namun lahan tersebut lama kelamaan tidak produktif, sehingga ditinggal. Hasan mengatakan, kondisi lingkungan juga sudah parah. Sehingga, lahan tersebut dibeli Pemprov DKI Jakarta.
Dalam pengoperasionalannya, Pemerintah Bekasi juga turut serta. Misalnya dalam pengaturan masuk truk sampah. "Truk sampah tidak boleh masuk lingkungan perumahan. Semua lewat pangkalan dua," kata Hasan.
Sampah warga Bekasi ditampung di TPA Sumur Batu. Truk sampah yang ke sana, tidak boleh lewat pemukiman. "Dari Bantar Gerbang mereka lewat pangkalan lima. Dari situ baru ke Sumur Batu," ujar Hasan.