REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diarson Lubis, kuasa hukum terdakwa perkara kasus suap cek pelawat, Nunun Nurbaeti mengatakan, kliennya akan membantah adanya pertemuan dengan salah satu staf Nunun, Ari Malangjudo dan anggota DPR, Hamka Yandhu pada 7 Juni 2004. Bantahan Nunun, kata Diarson bakal dilakukan saat Nunun menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan sebagai terdakwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, hari ini, Senin (16/4).
"Soal pertemuan itu (dengan Ari dan Hamka) hanya karangan Ari Malangjudo. Faktanya Hamka Yandhu membantah pernah datang ke kantor ibu (Nunun) pada tanggal 7 Juni dan 8 Juni," kata Diarson melalui pesan singkatnya kepada Republika, Senin (16/4) pagi.
Diarson menjelaskan, kliennya juga akan membantah adanya 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar yang dikirim ke kantor Nunun di Jalan Riau, Jakarta. "Mungkin cek pelawat itu masih di Bank Artha Graha. Tidak mungkin ada di Jalan Riau," tutur Diarson.
Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi sebelumnya, Ahmad Hakim Safari alias Ari Malangjudo membeberkan kasus dugaan suap cek pelawat senilai Rp 24 miliar ke sejumlah anggota Komisi IX DPR pada 2004 di Pengadilan Tipikor, Rabu (8/3). Dalam kesaksiannya Ari menceritakan semua proses suap tersebut berawal dari pertemuan pada Senin, 7 Juni 2004 silam. Saat itu Ari mengklaim bertemu Nunun di kantornya. Di sana sudah berdiri seorang pria, yang belakangan dikenal bernama Hamka Yandhu. "Ketika itu ibu to the point minta tolong sampaikan tanda terimakasih ke anggota dewan," terang Ari.
Ari mengaku tidak tahu untuk apa tanda terimakasih itu. Ia mengaku Nunun hanya memberi pesan akan ada yang menghubunginya lewat telepon. "Saya tidak tanya konteks apa. Saya tidak mungkin berdebat di depan tamu," ujar Ari.
Ketika Ari pamit keluar, pria yang bersama Nunun juga ikut-ikutan pamit. Ternyata, orang tersebut mengikuti Ari di belakangnya menuju kantor. "Enggak banyak bicara. Setelah sampai langsung pamit. Saya sempat mengantar ke mobil," kisah Ari.
Selanjutnya suap yang diduga dilakukan Nunun terjadi dari pukul 10.00 WIB hingga menjelang malam pada Selasa, 8 Juni 2004. “Selasa, pukul 10.00 sampai 11.00 WIB, saya menerima telepon dari orang yang mengatakan mau ngambil titipan. Dia bilang, ‘pak saya mau ambil titipan dari ibu’,” terang Ari.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap, terdakwa perkara kasus suap cek pelawat, Nunun mau membongkar pihak yang berada di balik perkara kasus yang membelitnya. Sebab, bila Nunun masih tutup mulut, justru hal itu bakal membuat posisinya kian rumit.
"Nunun bisa menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan perannya apakah dia bekerja sendiri atau ada yang pesan," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto kepada Republika, Senin (16/4) pagi.