Selasa 17 Apr 2012 10:52 WIB

Hujjatul Islam: Ibnu Hajar Al-Asqalani, Penulis Kitab Fath Al-Bari (2)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kendati sudah menimba ilmu di banyak tempat, namun Ibnu Hajar belum merasa puasa dengan ilmu yang telah diperolehnya.

Ia kemudian memutuskan untuk berguru kepada Al-Hafizh Al-Iraqi, seorang syekh besar yang terkenal sebagai ahli fikih dari mahzab Syafi’i. Selain menguasai fikih, Syekh Al-Hafizh juga menguasai ilmu tafsir, hadits dan bahasa Arab.

Ibnu Hajar menyertai sang guru selama sepuluh tahun. Dalam masa sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam, Yaman dan Hijaz. Di bawah bimbingan Syekh Al-Hafizh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin oleh gurunya untuk mengajarkan hadits.

Adapun setelah sang guru meninggal, dia belajar dengan Nuruddin Al-Haitsami dan Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih. Melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, gurunya ini memberi saran agar dia mempelajari fikih juga karena orang akan membutuhkan ilmu itu. Selain juga, sang guru beralasan, bahwa ulama di daerah tersebut akan habis sehingga keberadaan Ibnu Hajar amat diperlukan sebagai penerus para ulama setempat.

Menjadi qadhi

Setelah merasa puas dengan ilmu yang telah diperolehnya, Ibnu Hajar akhirnya memutuskan untuk kembali ke Mesir dan menetap di sana hingga akhir hayatnya. Selama bermukim di Mesir, ia tercatat pernah menjadi qadhi selama kurang lebih 21 tahun di mana ia menjadi hakim dalam mazhab Syafi'i.

Ia juga menjadi wali para guru hadits dan mengajarkan ilmu fikih di beberapa tempat di negeri Mesir. Ia juga kerap diminta naik mimbar sebagai khatib di Masjid Amr bin Ash dan Masjid Al-Azhar.

Ibnu Hajar memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang qadhi begitu terpilih untuk yang keenam kalinya pada tahun 852 H. Tak lama berselang, ia jatuh sakit di rumahnya. Ketika tengah sakit hingga membawanya kepada kematian, Ibnu Hajar berkata, ''Ya Allah, bolehlah engkau tidak memberikanku kesehatan, tetapi janganlah engkau tidak memberikanku pengampunan.''

Pada malam Sabtu tanggal 28 Dzulhijjah berselang dua jam setelah shalat Isya, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun di dekat Ibnu Hajar untuk membacakan surat Yasin. Ketika sampai ayat ke-58 keluarlah ruhnya dari jasadnya. Hari itu adalah hari musibah yang sangat besar.

Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-sampai orang non-Muslim pun ikut meratapi kematiannya. Pada hari itu pasar-pasar ditutup demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai tidak dapat dihitung, semua para pembesar saat itu datang melayat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement