Sabtu 21 Apr 2012 00:26 WIB

Walhi : Perusahaan Go Green Sebatas Jargon

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Dewi Mardiani
Logo Walhi
Logo Walhi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mempertanyakan jargon Go Green yang saat ini gencar dibuat perusahaan. Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Abetnego Tarigan, meminta agar jargon tersebut tidak sebatas klaim marketing.

"Hati-hati dengan manipulasi seperti green company. Apakah ada peningkatan yang riil bahwa perusahaan tersebut memang peduli lingkungan,"ungkap Abetnego di kantor Walhi, Jakarta, Jumat (20/4). Abetnego mengungkapkan tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk mengukur sejauh mana perusahaan tersebut bisa disebut 'Green Company'.

Abetnego mencontohkan saat sebuah bank mencantumkan di logo perusahaannya dengan green banking, apakah memang bank tersebut  tidak berinvestasi kepada perusahaan yang merusak lingkungan. Menurutnya, perlu dilihat komitmen bank dari bisnis yang dijalani. "Apakah bank itu berinvestasi pada perusahaan tambang yang merusak hutan, itu kan kita tidak tahu,"tegasnya.

Oleh karena itu, Abetnego meminta agar perusahaan tidak hanya mendasarkan kebijakan kesadaran lingkungan lewat Coorporate Social Responsibility (CSR). Akan tetapi, tuturnya, perusahaan pun memperhatikan bisnis mereka apakah benar-benar sudah ramah lingkungan atau belum.

Selain itu, ungkapnya, perusahaan perlu menjelaskan kepada publik ketika akan menjadikan Go Green sebagai jargon perusahaan. Sehingga, ungkap Abetnego, masyarakat bisa mengukur ketika perusahaan tersebut memang benar-benar mengaplikasikan makna Go Green tersebut. Apakah harus distandarisasi pemerintah, Abetnego meragukan kemampuan negara untuk melakukan itu. "Pemerintah kita masih kurang berwibawa untuk berperan ke arah itu," jelas Abetnego.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement