REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Yogyakarta sepertinya harus sudah mulai memikirkan masa depan kondisi bandara Adisoetjipto. Pihak maskapai menilai, kondisi bandara tersebut sebenarnya sudah tidak layak untuk digunakan sebagai bandara komersial.
''Kondisinya sudah terlalu crowded. Pemerintah seharusnya mulai memikirkan bagaimana memindahkan lokasi Bandara Yogyakarta ke lokasi yang lebih representatif,'' kata General Manager PT Garuda Indonesia Yogyakarta, Muhammad Anshori, di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Selasa (24/4).
Dia menyebutkan, ada beberapa permasalahan yang kini dihadapi Bandara Adisoetjipto. Seiring dengan perkembangan Kota Yogyakarta, perluasan komplek Bandara juga sudah semakin sulit dikembangkan.
Bukan hanya bagi pengembangan fasilitas penumpang di apron Bandara, bahkan kondisi landas pacu juga sudah tidak memadai. Panjang landas pacu yang ada saat ini, menyebabkan pesawat berbadan lebarsudah tak bisa mendarat di Bandara Adisoetjipto.
Bahkan bukan hanya pesawat berbadan besar yang tak bisa mendarat di Bandara Yogyakarta ini, pesawat berbadam medium juga menjadi tidak bisa mulus mendarat di landas pacu bandara ini. ''Begitu pesawat mendarat, pilotnya harus langsung mengerem laju pesawatnya agar bisa berhenti di ujung landasan. Ini menyebabkan penumpang menjadi tidak nyaman,'' jelasnya.
Sebelumnya, seorang anggota DPR, Gandung Pardiman, menjelaskan dalam satu bulan rata-rata jumlah pengunjung bandara mencapai antara 120 hingga 150 ribu orang. ''Terbatasnya sarana infrastruktur di bandara ini, menyebabkan kondisi bandara terkesan semrawut,'' jelasnya.
Belum lagi mengingat status bandara yang menjadi milik TNI AU. Gandung menambahkan, keberadaan pesawat TNI yang juga menggunakan landasan pesawat komersil, menambah kepadatan penerbangan di Bandara Adisoetipto.
''Mosok, pesawat komersial yang mau landing atau take off harus menunggu pesawat-pesawat capung terbang atau turun dulu,'' katanya.