Rabu 25 Apr 2012 16:34 WIB

Ancaman Munaslub Ical Dipertanyakan DPP Golkar

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Djibril Muhammad
Partai Golkar (ilustrasi)
Foto: Republika
Partai Golkar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wasekjen Partai Golkar, Leo Nababan mempertanyakan motif pengurus DPD II yang mengancam akan menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) jika Aburizal Bakrie (Ical) tetap bersikeras maju menjadi calon presiden (capres). DPP bahkan akan memanggil Muntasir Hamid untuk memberikan penjelasan terkait ancaman itu.

"Kita akan panggil secepat mungkin. Apa motivasinya? Ada apa dia di balik bicara seperti itu?" katanya di Jakarta, Rabu (25/4).

Sebelumnya, Muntasir Hamid yang bicara atas nama Ketua Forum Silaturahmi DPD II Partai Golkar menyatakan kalau niat Ical untuk maju menjadi capres tidak mendapat dukungan DPD II. Alasannya, Ical dianggap mengabaikan aspirasi suara dari DPD II.

Muntasir yang juga Ketua DPD II Banda Aceh bahkan mengancam akan mendorong terlaksananya munaslub yang akan digunakan untuk menggulingkan Ical sebagai ketua umum.

Sampai saat ini, lanjut Leo, tidak ada surat dari DPD II yang meminta munaslub kepada DPP. Hanya saja, memang ada permintaan dari forum silaturahmi DPD II. Namun, ia menegaskan kalau forum itu illegal dan abal-abal karena tidak diakui di dalam AD/ART partai.

"Yang ada di struktur partai Golkar adalah DPP, DPD I, DPD II, kecamatan, desa dan ranting. Tidak mengenal organisasi ini. Tidak ada alasan untuk itu," papar dia.

Mengaku mengenal Muntasir, Leo pun memintanya untuk menghentikan manuver yang dianggap tak melalui AD/ART. "DPP akan membuat perhitungan kalau mengacak-acak organisasi ini," jelas Leo.

Untuk saat ini, jelasnya, DPP akan memberikan peringatan kepada yang mengancam munaslub dan dianggap merusak organisasi.

Mengesampingkan ancaman munaslub, Leo menganggap kalau DPP tetap harus menyelenggarakan percepatan musyawarah nasional (munas) untuk menetapkan Ical sebagai capres partai. Alasannya, itu merupakan permintaan dari 27 DPD I. Sehingga ia menganggap akan salah kalau tidak merespon permintaan itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement