REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM--Partai Kebebasan Belanda (PVV) bersama Geert Wilders tengah diatas angin usai jatuhnya pemerintahan Perdana Menteri Mark Rutte. Namun, momentum itu justru berpotensi menjadi bumerang bagi Wilders.
Pakar Studi Islam Universitas Leiden, Maurits Berger menilai kebijakan anti Islam pada dasarnya merupakan wujud dari usaha pemerintah menjaga hubungan baik dengan Wilders dan PVV. Kini, larangan itu bisa saja dicabut mengingat pemerintahan mayoritas belum terbentuk.
"Sekarang setelah runtuhnya pemerintah, tidak akan ada mayoritas yang cukup untuk mendukung larangan yang diusulkan Wilders," kata dia seperti dikutip onislam.net, Jum'at (27/4).
Harian Belanda, De Volskrant menuliskan partai Demokrat Kristen tidak akan lagi mendukung kebijakan larangan jilbab dan imigrasi. Demikian pula dengan partai oposisi seperti Partai Tenaga Kerja, Partai Demokrat 66 dan Partai GreenLeft.
"Sekarang menteri Imigrasi Belanda, Gerd Leers tidak akan lagi mendorong isu imigrasi," kata juru bicara partai Demokrat Kristen.
Berger menambahkan Wilders dan PVV tengah berupaya untuk membawa Belanda menjadi negara Paria. "Mereka telah mengubah Belanda menjadi negara Paria," ketus dia.
Seperti diberitakan, komunitas muslim Belanda tengah cemas melihat situasi politik Belanda. Mereka khawatir, Wilders akan memanfaatkan momentum itu untuk terus menyudutkan muslim.
Muslim Belanda pantas cemas, sebab gelagat itu sudah tercium pada 2004 silam, ketika Wilders mulai mempengaruhi kebijakan yang terkait dengan Muslim. Wilders-lah sosok dibalik larangan burka dan jilbab. Ia juga yang menyerukan larangan terhadap Alquran.