Jumat 04 May 2012 04:24 WIB

AJI: Harus Dipidanakan Pihak yang Halangi Tugas Pers

Aliansi Jurnalis Independen
Foto: ajiindonesia
Aliansi Jurnalis Independen

REPUBLIKA.CO.ID,BANDARLAMPUNG--Aliansi Jurnalis Independen BandarLampung meminta agar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ditegakkan, sehingga para penghalangnya harus dipidanakan.

"Selama ini, banyak pihak yang tidak menggunakan UU Pers, terutama untuk pemidanaan para aktor penghalang kebebasan pers," kata Ketua AJI Bandarlampung Wakos Reza Gautama didampingi sekretaris Padli Ramdan di Bandarlampung, Kamis.

Wakos mengemukakan, selama ini banyak kasus kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis tidak pernah berujung pada penyelesaian hukum.

AJI Bandarlampung mencatat selama Januari-Mei 2012 setidaknya ada tiga kekerasan jurnalis terjadi di Lampung. Pertama adalah pengusiran dua wartawan, yaitu Tika (jurnalis Lampung Ekspres Plus) dan Esa Mutiqa Sari (harian Radar Lampung) yang sedang meliput persidangan oleh hakim di Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

Kedua dialami jurnalis Radar Lampung Segan Petrus Simanjuntak. Mereka Segan mengaku telah dicaci maki oleh Penjabat Bupati Mesuji Albar Hasan Tanjung.

Ketiga, kekerasan yang dialami jurnalis Harian Bongkar Lampung, Emir Fajar Saputra. Blackberry milik Emir dirampas oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandarlampung.

Emir ketika itu sedang mengambil gambar para petugas Satpol PP yang sedang ribut dengan seorang ibu melalui ponsel blackberrynya.

Menurut Wakos, masih banyak juga penghalangan yang dilakukan oknum aparat negara terhadap jurnalis dalam meliput. Padahal, lanjut dia, tindakan penghalangan jurnalis dalam melakukan kerja jurnalistik itu, bisa dipidanakan.

Ia menyatakan hal itu diatur di dalam pasal 18 UU Pers.Wakos menegaskan bahwa setiap tindakan yang menghalangi kebebasan pers, bisa dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

"Kalau ada yang menghalangi tugas wartawan, bisa dilaporkan ke penegak hukum. Penegak hukum harus memprosesnya karena ini diatur dalam undang-undang," kata dia.

Selama ini, banyak kasus penghalangan kerja jurnalis tidak berakhir di meja hijau, melainkan hanya dengan mediasi.

Hal inilah, ujar dia mengakibatkan tidak jera orang-orang untuk melakukan penghalangan kerja jurnalis.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement