REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menginginkah naskah kraton Yogyakarta yang kini ada di Belanda dan Inggris bisa diteliti dan juga dicopy dengan micro film.
Hal itu dikemukakan Sultan HB X kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Retno Marsudi saat kunjungannya ke kantor Gubernur DIY, di Gedung Wilis Kepatihan Yogyakarta, Senin (14/5).
Sultan meminta kepada Duta Besar Indonesia di Belanda untuk menyampaikan kepada pemerintah Belanda agar Yogyakarta dapat mengisi kerjasama kebudayaan antara Indonesia dan Belanda yakni dengan meneliti dan mengcopy (micro film) naskah dari Kraton Yogyakarta yang ada di sana.
Dia pun titip pesan kepada Retno supaya disampaikan kepada Dubes Indonesia untuk Inggris tentang hal yang sama. Selama ini sudah ada perjanjian kebudayaan antara Indonesia dan Inggris sejak beberapa tahun lalu. Namun, aktivitas untuk kegiatan budaya masih kosong. Karena itu apa bisa di bidang kebudayaan tersebut diisi dengan mempelajari atau meneliti naskah keraton tersebut,'' tutur dia.
Diakui Sultan, naskah kraton Yogyakarta terbanyak ada di London, Inggris, diantaranya di British Council dan Raffles Foundation. Naskah yang ada di sana sangat bervariasi seperti tentang tarian, sastra, dan lain-lain dan jumlahnya cukup banyak. ''Dalam sejarah disebutkan naskah yang dibawa ke Inggris banyak sekali. Wong setiap harinya yang diangkut dari kraton sekitar lima gerobak. Padahal pengangkutannya selama seminggu,''kata Sultan.
Dia menyadari bahwa naskah yang kemungkinan jumlahnya ribuan tersebut tidak bisa diminta kembali untuk menjadi milik keraton. Karena itu dia berharap, selain bisa dipelajari, Kraton Yogyakarta juga bisa mendapatkan Micro film dari naskah-naskah itu.
Retno Marsudi menyatakan pihaknya akan berupaya untuk mengkomunikasikan hal tersebut baik ke pemerintah Belanda maupun Dubes Indonesia untuk Inggris.
Sementara itu Pengangeng I Perpustakaan Widya Budaya Kraton Yogyakarta GBPH Prabukusumo mengatakan ada sekitar 7000 naskah yang dibawa ke luar negeri termasuk Belanda dan Inggris. Karena itu dia bersikukuh bahwa 7000 naskah tersebut harus kembali kepada keraton sebagai pemilik sah. ''Kepemilikan itu (oleh Inggris dan Belanda) kan tidak sah. Apapun alasannya itu milik Keraton,''kata dia.
Untuk itu pihaknya akan melakukan pendekatan terhadap lembaga kebudayaan tingkat internasional seperti UNESCO organisasi pendidikan keilmuan dan kebudayaan PBB agar naskah tersebut bisa kembali. ''Saya harap (red.naskah tersebut) kembali,'' tegas dia.