REPUBLIKA.CO.ID, Guru Marzuki yang menjadi guru para ulama Betawi memiliki garis keturunan Madura.
Ia memiliki ibu yang berasal dari Madura bernama Fathimah binti Al-Haj Syihabuddin Maghrobi Al-Madura. Ibunya berasal dari keturunan Ishaq yang makamnya berada di Kota Gresik, Jawa Timur.
Tiga tahun setelah ayahnya meninggal yaitu pada usia 12 tahun, Marzuki kecil menimba ilmu fikih termasuk memperdalam Alquran dan ilmu dasar bahasa Arab dari seorang ahli fikih bernama Haji Anwar. Ia pun berpisah dari sang ibu.
Perjalanan pendidikannya dilanjutkan dengan mempelajari kitab-kitab klasik yang dibimbing oleh ulama Betawi bernama Sayyid Usman bin Muhammad Banahsan.
Menginjak usia 16 tahun, seiring bertambahnya keingintahuan tentang ilmu Islam, Guru Marzuki pun menunaikan ibadah haji dan menetap di Makkah selama tujuh tahun.
Di Tanah Suci inilah, pengetahuan Guru Marzuki semakin luas. Ia belajar dan dibimbing oleh ulama-ulama Haramain untuk mendalami berbagai cabang ilmu Islam. Di antaranya Syekh Muhammad Amin bin Ahmad Radhwan Al-Madani, Syekh Umar Bajunaid Al-Hadhrami, dan Syekh Abdul Karim Al-Daghistani.
Selain itu, ia juga dibimbing oleh Syekh Mukhtar bin Atharid Al-Bogori, Syekh Ahmad Al-Khatib Al-Minangkabawi, Syekh Umar Al-Sumbawi, Syekh Mahfuzh Al-Termasi, Syekh Sa’id Al-Yamani, Syekh Shaleh Bafadhal, Syekh Umar Syatta Al-Bakri Al-Dimyathi dan Syekh Muhammad Ali Al-Maliki.
Ilmu yang dipelajari meliputi nahwu, sharaf, balaghah (ma‘ani, bayan dan badi‘), fikih, ushul fikih, hadits, mustholah hadits, tafsir, mantiq (logika), fara’idh hingga ilmu falak (astronomi).
Bahkan dalam bidang tasawuf, Guru Marzuki memperoleh ijazah untuk menyebarkan tarekat Al-Alawiyah dari Syekh Umar Syatta Al-Bakri Al-Dimyathi.
Kepiawaiannya dalam berbagai cabang ilmu Islam ini mengukuhkan Guru Marzuki sebagai guru para ulama Betawi masa itu. Ia pun mendapatkan gelar dari seorang sultan tanah Melayu di negeri Pattani, Thailand Selatan, dengan nama Laksmana Malayang.