REPUBLIKA.CO.ID, Dulu waktu kecil, saya senang sekali dengan cerita Petualangan Tintin. Salah satu tokohnya yang melegenda, selain kapten Haddock yang “gila”, adalah profesor Kalkulus. Ia adalah sang profesor jenius yang nyentrik dan agak terganggu pendengarannya.
Nama kalkulus merupakan simbol yang mewakili kecerdasan, entah mengapa? Mungkin diambil dari teori kalkulus dalam matematika atau kata dasar kalkulus yang dapat diartikan kalkulasi atau perhitungan. Ya, salah satu syarat kejeniusan adalah ahli dalam perhitungan.
Berbicara masalah perhitungan, manusia adalah makhluk yang paling perhitungan, makhluk kalkulatif. Ya bagaimana bisa tidak?, bila kita telaah semua dihitung dan semua dijual. Dan hebatnya ada yang membeli, laku dan ada komunitasnya bahkan pasarnya. Dari mulai Air, rumput, pemandangan, binatang, dan sebagainya semua dijual padahal notabene semuanya milik Allah SWT.
Bahkan kotoran pun dijual. Belum lagi dalam bentuk jasa, seperti nasehat, saran, doa tak ketinggalan sampai konon katanya bangsa jin pun turut dijual, ada yang berfungsi untuk pengamanan, ada yang untuk kesehatan dan lain-lain, yang pada intinya semuanya diperjualbelikan.
Karena itu tidak heran jika Allah SWT dalam banyak ayat menjelaskan kepada manusia dengan pendekatan ilustrasi untung rugi dan perniagaan, pinjaman atau jual beli. Dalam surat Al ‘Ashr misalnya, Allah menerangkan manusia sesungguhnya berada dalam kerugian, jika dilihat dari sudut waktu (‘ashr) kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, yang saling mengingatkan kepada yang haq dan menetapi kesabaran.
Dalam ayat lain Allah berfirman, “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah) maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizqi) dan kepadaNYA lah kamu dikembalikan.” (QS. Al Baqoroh, 2 : 245)
Atau dalam ayat lainnya; "Barang siapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia." (QS. Al Hadiid, 57 : 11)
Mengapa Allah SWT menjadikan kita pandai berhitung? Bukan hanya untuk menghitung jual beli saja, atau untuk sebuah penemuan yang rumit semacam teori kalkulus atau rumus fisika, bukan pula hanya untuk ilmu statistic belaka, tetapi tidak lain untuk kita gunakan ilmu perhitungan ini setiap hari. Ya setiap hari agar kita mempersiapkan diri di “hari perhitungan” atau yang disebut Yaumul Hisab. “Hisablah dirimu sebelum Allah menghisabmu”. (Imam Ali bin Abu Thalib RA)
Mari kita bermuhasabah, kita introspeksi diri kita sendiri, kita hitung amal kita sendiri, dari yang paling mudah yaitu amalan hari kemarin dan hari ini. Ambil salah satu saja yang akan diperiksa amalannya oleh Allah semisal lisan, lalu kita pertanyakan dari waktu yang telah berlalu apakah lisan kita lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang berguna. Semisal nasihat, menebarkan salam, sedekah ilmu, menyebut asma-asma Allah, melafadzkan ayat-ayat Allah ataukah lebih banyak digunakan untuk membicarakan gossip, ghibah membicarakan keburukan mereka, menebar permusuhan, atau bahkan menyakiti hati orang-orang di sekitar kita. Na’udzubillah.
Ya Rabbi tunjukanlah kepada kami jalan yang lurus, luruskan iman kami, luruskan niat kami, luruskan pula lisan kami, serta luruskan amal perbuatan kami. Aamiin Ya Rabbal ‘alamin.
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Ustaz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)
Twitter: @erickyusuf