REPUBLIKA.CO.ID, Nama aslinya Nusaibah binti Al-Harits. Namun lebih dikenal dengan sebutan Ummu Athiyyah Al-Anshariyah.
Nama Ummu Athiyyah terkenal, karena termasuk perempuan dari golongan Anshar yang bersemangat menyambut kedatangan Islam di Madinah. Dengan mantap Ummu Athiyyah menyatakan dirinya masuk Islam dan berbaiat kepada Rasulullah SAW.
Setelah memeluk Islam, Ummu Athiyyah taat menjalankan ibadah, dan menyatakan hidupnya berjuang untuk Islam. Hal ini dibuktikan dengan tujuh peperangan kaum Muslim melawan orang-orang musyrikin yang selalu diikuti oleh Ummu Athiyyah.
Dia turun langsung ke medan perang membantu Rasulullah dan kaum Muslimin. Kiprahnya dengan cara menyiapkan makanan bagi pasukan, memberi minum, mengobati yang terluka, dan merawat yang sakit. Di antaranya, Ummu Athiyyah tampil di medan Perang Khaibar.
Seperti diriwayatkan Imam Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah dari Ummu Athiyah Al-Anshariyah RA, ia berkata, "Aku pernah keluar berjihad bersama-sama Rasulullah SAW sebanyak tujuh peperangan. Aku menjaga kemah-kemah mereka, memasak makanan buat mereka, mengobati orang-orang yang luka, dan membantu orang-orang tua yang sudah tidak terdaya lagi." (Al-Muntaqa).
Selain gigih berperang membela agama Allah, Ummu Athiyah termasuk tokoh perempuan terkemuka di Madinah yang dekat dengan Rasulullah. Banyak hadis, terutama berkaitan dengan perempuan yang diriwayatkan melalui Ummu Athiyyah Al-Anshariyyah.
Seperti ketika Zainab, putri Rasulullah SAW meninggal dunia. Mereka belum mengetahui bagaimana tata cara memandikan jenazah, mengafani, hingga pemakaman.
Ummu Athiyyah menceritakan kejadian itu, bahwa salah seorang putri Rasulullah SAW meninggal. Beliau menyuruh mereka memandikannya. "Mandikanlah dia dengan basuhan ganjil, tiga, lima, atau lebih dari itu kalian pandang perlu. Mandikan jenazahnya dengan air dicampur daun bidara, dan basuhan yang terakhir dicampur dengan sedikit kapur barus. Kalau sudah selesai, beritahu aku," kata Rasulullah.
Ketika selesai memandikan jenazah Zainab, Ummu Athiyyah memberitahu Rasulullah SAW. "Lalu beliau memberikan sarungnya pada kami, 'Pakaikanlah sarung ini padanya!' Setelah itu, kami menjalin rambut Zainab menjadi tiga jalinan, di sisi kanan, dan kiri serta di ubun-ubunnya. Lalu kami letakkan jalinan rambut itu di belakang punggungnya," tuturnya.
Kisah ini memberikan pelajaran besar bagi kaum Muslimin tentang tata cara memandikan jenazah. Banyak sahabat, dan ulama tabi'in yang mengambil faedah dari kisah ini.