REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS-- Tunisia menyatakan segera mengekstradisi mantan Perdana Menteri Libya Baghdadi al-Mahmoudi kembali ke Libya setelah menahan Mahmoudi selama delapan bulan. "Keputusan ekstradisi telah diambil,"kata Menteri Kehakiman Noureddine Bouheri, Selasa (22/5).
Namun demikian, menurut juru bicara Presiden Moncef Marzouki, Adnen Manser, proses ekstradisi Mahmoudi akan menunggu jaminan pengadilan yang adil terhadap Mahmoudi di Libya.
"Kita harus memiliki jaminan tentang penghormatan terhadap hak untuk pertahanan, kondisi penahanan dan menghormati hak asasi manusia," kata Manser. Manser menambahkan, tidak akan menyerahkan Mahmoudi secepatnya. Tunisia dan Libya telah sepakat untuk memberi jaminan kepada Mahmoudi dan ekstradisi akan terjadi dalam dua tiga minggu ke depan.
Pengacara Mahmoudi, Mabrouk Kourchin, dan kelompok hak asasi manusia menolak upaya ekstradisi itu karena menduga Al-Mahmoudi akan dieksekusi oleh pemerintah baru Libya yang merupakan perwakilan dari kelompok pemberontak yang menggulingkan Khadafi pada tahun lalu.
"Ini adalah aib bagi hak asasi manusia di Tunisia dan untuk revolusi Tunisia," kata Mabrouk Kourchid kepada AFP.
Perdana Menteri Tunisia Hamadi Jebali tidak secara terang-terangan menyatakan akan mengekstradisi Libya, tetapi ia mengatakan tidak ingin Tunisia menjadi tempat perlindungan bagi siapa saja yang mengancam keamanan Libya.
"Tunisia tidak akan pernah menampung orang yang merupakan ancaman bagi keamanan Libia," tegas Jebali saat menerima Perdana Menteri Libya Abdurrahim el-Keib.
Sebelumnya, Mahmoudi melakukan aksi mogok makan memprotes rencana deportasi yang akan diberlakukan olehnya atas permintaan Libya. Mahmoudi khawatir, bila ia dipulangkan ke Libya, dia akan dijatuhi hukuman mati. Pengacara Mahmoudi, Mabrouk Kourchin mengatakan, kliennya sudah melakukan aksi tersebut sejak Sabtu pekan lalu untuk memprotes keputusan Jebali.
Selain Mahmoudi, mantan kepala Intelijen Khadafi, Abdullah al-Senussi dijadwalkan untuk diadili