Rabu 30 May 2012 13:47 WIB

Usir Diplomat Suriah, AS Tetap Tolak Opsi Invasi Militer

Rumah Hangus akibat penyerangan di Houla Suriah
Foto: Guardian.co.uk
Rumah Hangus akibat penyerangan di Houla Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Amerika Serikat menolak melakukan intervensi di Suriah. Penolakan dilakukan meski pada Selasa (30/5) mengusir seorang diplomat penting Damaskus setelah pembunuhan lebih dari 100 orang di satu kota negara itu.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Victoria Nulland mengatakan Kuasa Usaha Suriah Zuheir Jabbour diberikan waktu 72 jam untuk angkat kaki dari AS. Kebijakan itu bagian dari gelombang pengusiran para diplomat Suriah oleh negara-negara Barat.

Meski tindakan-tindakan penting itu secara simbolis bertujuan untuk meningkat pengucilan terhadap Presiden Bashaa al-Assad, pemerintah Presiden Barck Obama tetap menolak intervensi militer AS di Suriah.

Pembunuhan di desa Houla, menurut ketua misi perdamian PBB di Suriah Selasa dilakukan milisi pro-Bashar. Insiden berdarah terkini itu meningkatkan desakan pada pemerintah Barat untuk menghentikan pertumpahan darah lebih dari setahun di Suriah.

Di bidang diplomatik, Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Spanyol,Italia dan Inggris melakukan tindakan-tindakan yang sama terhadap para diplomat Suriah di negara-negara itu melalui satu tindakan yang terkoordinasi.

"Kami melakukan tindakan ini untuk menanggapi pembunuhan di desa Houla--yang sama sekali tidak dapat diterima, buruk, tercela karena membunuh wanita, anak-anak yang dilakukan Shabiha," kata Nuland kepada wartawan. Ia mengacu pada serangan milisi pro-pemerintah.

Dalam satu pernyataan terp isah, Nuland menyebut serangan Jumat di Houla itu sebagai satu "serangan ganas yang melibatkan tank-tank dan artileri-- senjata-senjata yang hanya dimiliki pemerintah," kata Nuland. "Kami meminta pemerintah Suriah bertanggung jawab atas pembunuhan para warga yang tidak bersalah itu," kata Nuland.

Para pejabat Suriah membantah militer berperan dalam pembunuhan itu, salah satu dari insiden-insiden tunggal yang paling banyak menimbulkan korban jiwa dalam konflik itu. Gedung Putih Selasa mengatakan bahwa pihaknya tidak yakin saat ini tepat bagi intervensi militer di Suriah, dan menolak imbauan kandidat presiden presiden dari partai Republik Mitt Romney bagi tindakan-tindakan lwngsung untuk mengakhiri pemerintah Bashar.

"Kami tidak yakin bahwa militerisasi, milieterisasi lebih jauh saat ini adalah jalan yang tepat bagi aksi militer. Kami yakin hal seperti itu akan memnimbulkan kekacauan yang lebih luas, lebih meningkatkan pembunuhan," kata juru bicara Gedung Putih Jay Carney. Romney Selasa mengeluarkan satu pernyataan mengecam apa yang disebutnya "kebijakan nelumpuhkan" mengenai Suriah.

"Kita harus mendesak Rusia menghentikan penjualan senjata kepada pemerintah Suriah dan menghentikan hambatannya di PBB. Dan kita harus bekerja sama dengan mitra-mitra untuk mempersenjatai oposisi agar mereka dapat mmpertahankan diri mereka sendiri," katanya.

Dubes SAuriah untuk Washington, Imad MMpustapha, dipanggil pulang akhir tahun lal dan penggqnti resminyq belum ditunjuk, yang menyebabkan Jabbur menjadi wakil tertinggi Damaskus di AS.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement