REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Komisi IX, Nova Riyanti Yusuf berharap Indonesia akan menjalankan Framework Convention on Tobacco Control atau Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau secara penuh. Saat ini, Indonesia baru menerapkan beberapa poin dari FTCT.
Yaitu, upaya untuk pengurangan dan pembatasan iklan rokok. Serta membuat area khusus untuk merokok. ''Saya berharap, poin-poin lain dari FCTC juga diterapkan. Serta segera menandatangani dan merevisi konvensi tersebut,'' katanya, Kamis (31/5).
Sebagai produk tembakau, lanjutnya, rokok sudah lama menjadi kontroversi di Indonesia. Alasannya karena banyak masyarakat Indonesia yang hidupnya bergantung dari tembakau dan produknya. Antara lain petani dan buruh tani tembakau serta buruh pabrik rokok.
Menurut Nova, ratifikasi konvensi yang disahkan di Jenewa pada 2004 ini hanya mengendalikan penggunaan produk tembakau. Bukan untuk melarang produksi dan penjualan dari produk tersebut.
Makanya, klaim Indonesia sebagai negara produsen tembakau akan merugi apabila mengesahkan ratifikasi FCTC perlu dipikirkan kembali.
Pada kenyataannya, ujar dia, saat ini Indonesia hanya berada di peringkat delapan negara produsen tembakau dunia. ''Sedangkan tiga negara terbesar penghasil tembakau, yaitu Cina, India, dan Brazil justru telah menandatangani dan meratifikasi konvensi tersebut,'' papar politisi Partai Demokrat tersebut.
Konvensi tersebut sudah ditandai dan diratifikasi tidak kurang oleh 174 negara, menjadi ironis bahwa Indonesia sebagai negara penyusun aktif Konvensi tersebut belum juga menandatangani dan meratifikasi.
Beberapa poin dari FCTC yang belum dipenuhi Indonesia yaitu, pemberian peringatan bergambar tentang bahaya rokok pada produk rokok, pembatasan akses anak terhadap rokok dan penjualan rokok secara tertutup.