Jumat 15 Jun 2012 17:48 WIB

Ikhwanul Muslimin Sebut MA Lakukan Kudeta

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Hafidz Muftisany
Capres Mesir dari Ikhwanul Muslimin, Mohammed Mursi
Foto: AP Photo/Fredrik Persson
Capres Mesir dari Ikhwanul Muslimin, Mohammed Mursi

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mahkamah Agung Konstitusi Mesir memutuskan parlemen yang didominasi Ikhwanul Muslimin harus dibubarkan, Kamis (14/6). Mahkamah Agung juga memutuskan mantan perdana menteri era Husni Mubarak , Ahmed Shafiq diperbolehkan memegang jabatan politik.

Putusan tersebut menyeret Mesir dalam kekacauan. Penetapan tersebut merupakan pukulan keras bagi Ikhwanul Muslimin. Tidak lama, Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir (SCAF) akan mengawasi penulisan konstitusi baru.

Wakil Presiden Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) Ikhwanul Muslimin Mohammed el-Beltagy dalam akun Facebook-nya menyebut rangkaian pengumuman tersebut sebagai kudeta. Namun, calon presiden Ikhwanul Muslimin Mohammed Morsi mengatakan dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Dream 2 bahwa keputusan mahkamah konstitusi tidak sebesar kudeta militer.

Ikhwanul kemungkinan menolak sepenuhnya keputusan pengadilan. Anggota FJP dan ketua parlemen Saad el-Katatni baru-baru ini mengatakan pemerintahan sementara Mesir tidak berwenang membubarkan parlemen.

Beberapa aktivis Ikhwanul mengekspresikan harapan situasi tersebut bisa membawa keuntungan di tengah kecurigaan publik bahwa keputusan pengadilan dipengaruhi Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata dan sisa-sisa mantan pejabat rezim Mubarak.

             

Shafiq akan melaju terus dalam pemilu setelah komisi pemilihan presiden mengizinkannya. Para pengamat setuju keputusan tersebut legal karena hanya menargetkan individu tertentu.

Saat televisi mengumumkan keputusan pengadilan, di saat bersamaan pengumuman juga tersebar melalui pesan singkat dan situs mikroblog Twitter. Beberapa demonstran naik ke arah kawat berduri dan pasukan keamanan dengan kendaraan lapis baja tampak bersiaga.

Beberapa jam kemudian, Shafiq mengadakan konferensi pers kemenangan di hadapan pendukungnya dan menyatakan era pembatasan politis telah berakhir. Dia berjanji membentuk negara sipil dan kembalinya stabilitas.

"Saya tidak terkejut," kata seorang mahasiswa teknik Universitas Helwan Muhammad Maher (18).

Menurutnya, semua hakim menjalankan tugasnya berdasarkan apa yang diinginkan kepala militer. Maher mengatakan semua orang berharap pengadilan mendukung pembentukan pemerintahan

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement