REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Setelah Belanda kalah pada kasus Rawagede atas kasus pembantaian 40 ribu jiwa, tuntutan serupa diajukan Sulawesi Barat terkait tuduhan kejahatan perang terhadap warga sipil Kabupaten Majene dan Polewali Mandar di Sulawesi Barat.
Gugatan tersebut disampaikan sejumlah warga Majene dan Polewali Mandar (Polman) yang merupakan keluarga korban pembantaian 40 ribu jiwa. Keluarga korban bersama Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (BPP-KKMSB) dan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) bersama-sama mengajukan gugatan.
"Kita membawa kasus kejahatan perang itu ke Mahkamah Kejahatan Internasional di Den Haag, langkah awal kita mengumpulkan bukti untuk memastikan berapa jumlah korban" kata Ketua KUKB Batara R Hutagalung di Majene, Senin.
Menurut dia, kasus pembantaian warga sipil dalam peristiwa tersebut dianggap kejahatan kemanusiaan luar biasa. Di samping melibatkan rakyat sipil, pembunuhan juga dilakukan sangat kejam sebab warga sipil ditangkapi dan ditembak mati secara massal di lapangan terbuka.
Peristiwa pembantaian 40 ribu jiwa terjadi antara tahun 1946 -1947 di sejumlah daerah di Sulawesi Selatan dan Sulbar. Khusus di Sulbar, peristiwa itu terjadi pada 1 Februari 1947.
"Warga sipil dari Majene dan Polman dikumpulkan tentara Belanda pimpinan Westerling di sebuah tanah lapang di Galung Lombok, perbatasan Majene-Polman. Setelah itu, warga ditembak secara massal," ungkap Batara.
Wasekjen Hubungan Kerja Sama Antar Lembaga BPP-KKMSB, Padlia Parakasi menyatakan, gugatan ini dilakukan setelah paguyuban warga Sulbar mendapatkan permintaan secara resmi dari korban dan keluarga korban untuk membantu dalam proses gugatan.
"Kami akan mulai memfokuskan pendataan korban, pengumpulan bukti, serta pendataan ke lokasi pembantaian di Galung Lombok," katanya.
Ia menyatakan, tuntutan utama dari para korban dan keluarga adalah permintaan maaf dari pemerintah Belanda. Selain itu, terkait maslah kompensasi kerugian materil yang dirasakan keluarga korban.
Anggota DPD RI asal Sulbar Muhammad Asri Anas mendukung upaya gugatan terhadap Belanda. Ia menyatakan pihaknya akan membantu keluarga korban yang berencana mengajukan gugatan hukum.
"Gugatan ke Mahkamah Kejahatan Internasional itu adalah langkah tepat, kejahatan perang itu harus diungkap agar para korban mendapatkan keadilan," kata Asri.