REPUBLIKA.CO.ID, Peristiwa satu kali setahun di Padang Arafah merupakan momen yang luar biasa. Bagaimana tidak, padang pasir tandus tak berpenghuni itu menjadi ramai oleh umat manusia setiap Tanggal delapan Zulhijjah.
Banyak sekali umat manusia yang datang dan berdesakan. Suara-suara yang keras saling bersahutan melantunkan kalimat talbiyah. Doa-doa dipanjatkan dengan berbagai bahasa yang beraneka ragam. Kelompok-kelompok haji yang bersahutan menirukan imam mereka dalam bacaan doa-doa.
Ketika menyaksikan semua itu, hendaklah seorang hujjaj membayangkan apa yang akan terjadi padanya di padang-padang (Mahsyar) pada hari Kiamat. Ketika umat-umat berkumpul bersama para nabi dan imam. Setiap umat mengikuti nabinya masing-masing. Setiap orang diliputi kebimbangan, apakah mereka akan termasuk orang-orang yang diterima, ataukah yang ditolak?
Peristiwa wukuf di Padang Arafah adalah peristiwa yang mirip dengan berkumpulnya umat manusia di Padang Mahsyar saat terjadinya Hari Kiamat Kelak. Apabila seorang hujjaj telah membayangkan hal itu, hendaklah ia ber-tadharru‘ dan bermunajat (memohon beriba-iba seraya bersikap merendah) semoga kelak ia akan dibangkitkan dalam golongan orang yang dirahmati Allah SWT.
Seorang hujjaj juga harus menguatkan harapan akan terkabulnya segala yang mohonkan. Sebab, itulah peristiwa yang amat mulia, dan berlangsung di tempat yang amat mulia pula.
Maka apabila kata hati mereka telah bersatu padu, jiwa- jiwa mereka telah terkonsentrasi dalam tadharru' dan munajat, tangan-tangan mereka ditadahkan, seraya leher-leher meregang dan menengadah. Tangan mereka terus-menerus tertuju ke langit yang tinggi bersama-sama.
Jika semua itu telah ia lakukan, maka janganlah sekali-kali berprasangka bahwa Allah SWT akan mengecewakan mereka, atau menyia-nyiakan upaya mereka. Allah tidak akan menahan rahmah yang melimpah ruah kepada mereka semuanya.
Para ulama salaf dalam nasehat mereka mengatakan, diantara dosa- dosa orang yang melakukan haji adalah, persangkaan seseorang yang berwukuf di Arafah, bahwa Allah SWT tidak memberinya ampunan dan maghfirah.
Barangkali hal itu berdasarkan asumsi bahwa bersatunya niat dan himmah (niat dan tekad yang tulus), serta berkumpulnya mereka dengan para abdal dan autad yang datang dari segala penjuru dunia, itulah rupanya, ”rahasia haji dan puncak tujuannya”.
Kesimpulannya, tiada cara untuk mendatangkan limpahan rahmat Allah SWT, lebih baik daripada bersatunya himmah serta tolong-menolong di antara jiwa-jiwa manusia, di tempat yang satu dan secara bersama-sama.
Sumber : Rahasia Haji dan Umrah, Oleh Abu Hamid Al Ghazali