REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cucu proklamator kemerdekaan RI Soekarno, Puan Maharani, menegaskan, hingga saat ini belum ada putusan hukum yang menghapus tuduhan terhadap Bung Karno. Presiden pertama itu dituduh telah melakukan pengkhianatan terhadap negaranya.
Hal ini dikatakan Puan saat pidato pembukaan sarasehan kebangsaan bertema "Bung Karno dan Pemikiran Sosio Demokrasi" di Jakarta, Rabu (27/6). Sarasehan tersebut diselenggarakan Megawati Institute dalam rangka kegiatan bulan Juni sebagai Bulan Bung Karno.
Saat ini, Tap MPR nomor 33/MPRS/1967 telah dinyatakan tidak berlaku melalui Ketetapan MPR nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Status Hukum Tap MPRS dan Tap MPR sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. Namun, kata Puan, hal tersebut belum menghapus tuduhan terhadap Bung Karno.
Ketua DPP Bidang Politik PDI Perjuangan ini menyebutkan bahwa konflik dan pergolakan politik tahun 1965 telah berujung pada diturunkannya Presiden Soekarno dari kursi kekuasaan. Kudeta militer yang dibungkus dengan kemasan konstitusional telah melengserkan Bung Karno dari jabatan Presiden melalui Ketetapan MPRS nomor ?33/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Presiden Soekarno.
"Sampai saat ini, tidak pernah ada sekalipun suatu proses apalagi keputusan hukum yang membuktikan tuduhan keterlibatan Bung Karno yang berkaitan dengan Tap MPRS nomor 33/MPRS/1967," ujarnya.
Sejak saat itu, ia menambahkan, berbagai propaganda politik yang mendiskreditkan sosok Bung Karno terus ditanamkan kepada rakyat Indonesia melalui berbagai media. Pada bagian lain, Puan mengatakan banyak dimensi pemikiran Bung Karno tentang bangsa dan negara ini dan masih memiliki banyak relevansi dengan situasi kekinian bangsa Indonesia.
Sebagai seorang pejuang pemikir dan pemikir pejuang, menurut Puan, konsistensi pemikiran-pemikiran Bung Karno yang disampaikan sejak dulu terlihat jelas. Sebagai salah satu contohnya adalah tentang sosio-demokrasi yang menggabungkan paham demokrasi dan kesejahteraan sosial.