Kamis 28 Jun 2012 22:14 WIB

Pemprov Jateng 'Acuhkan' Rekomendasi Audit BPK

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Pemprov Jateng belum menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) tahun 2005 hingga 2011, sebanyak 112 rekomendasi. Dari angka tersebut, nilai potensi pemborosan uang negara oleh Pemprov sebesar Rp 6,902 miliar.

Hal itu berdasarkan analisis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jateng yang disampaikan Koordinatornya, Maya Dina Rohmania. Menurut dia, angka tersebut didapatkan meski Pemprov Jateng telah memperoleh status Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sejak tahun 2005.

Tak hanya Jateng, 10 Kabupaten/ Kota di Jateng pun tercatat belum melaksanakan rekomendasi dari BPK. Kesepuluh daerah tersebut yakni Kota Magelang dengan 129 item rekomendasi, Kota Tegal (95), Wonosobo (68), Kabupaten Semarang (66), Purworejo (63), Kota Semarang (40), Cilacap (52), Kendal (45) dan Banyumas (40).

Selain itu, dari hasil analisis juga disebutkan Pemprov Jateng tercatat terbanyak ditemukan kasus dalam pelanggaran aturan perundangan yakni sebanyak 20 kasus. Serta dalam pengelolaan belanja sebesar Rp 654 juta.

Maya menuturkan, kerugian negara yang muncul di antaranya bersumber dari pengadaan barang dan jasa secara fiktif, kelebihan pembayaran, kekurangan barang atau pekerja, make up harga, serta penggunaan uang atau barang untuk kepentingan pribadi.

"Poin terakhir biasanya terjadi pada mobil dinas. Seringkali ditemukan seorang pejabat yang dalam satu waktu menempuh dua perjalanan. Ini kan hal yang secara nalar mustahil," kata Maya, Kamis (28/6).

Terkait hal itu, lanjut dia, Fitra mengusulkan agar terbitnya surat edaran gubernur kepada Kabupaten/ Kota untuk menyusun action plan pascapemeriksaan BPK. Kemudian juga mengusulkan surat edaran gubernur kepada Kabupaten/ Kota untuk efektifitas dan efisiensi, serta membentuk partisipasi publik dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

Terakhir, mendorong fungsi dewan untuk mengawali dan menindaklanjutii hasil pemeriksaan BPK. "Kami merekomendasikan hal tersebut. Akan kami sampaikan kepada gubernur," kata Maya.

Upaya Fitra tersebut, menurut Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra, Ucok sky Khadafi, erat kaitannya dengan korupsi. Menurutnya, meski telah mendapat opini WTP, bukan berarti bersih dari korupsi.

"WTP bukan hal yang membanggakan. Karena itu tidaklah memperlihatkan bebas dari kasus korupsi. BPK hanya uji sampel 20 persen. Persentase ini pun yang Rp 1 miliar ke bawah. Seperti 'Rp 8 juta yang harus dibayar' dan lain sebagainya. Yang Rp 10 miliar keatas, BPK nggak berani mengaudit. Jika ditanya alasan kenapa cuma 20 persen, ada saja alasan seperti nggak ada SDM," tuturnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement