REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Juru Bicara Departemen Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast, mengutuk serangan baru pada markas besar saluran TV Al-Ekhbaria yang merupakan media pro-pemerintah di dekat ibu kota Suriah Damaskus. Kecaman Iran itu dilaporkan di kantor berita semi-resmi ISNA pada Kamis (28/6) yang dilansir Xinhua, Jumat (29/6).
Mehmanparast meminta masyarakat internasional dan organisasi-organisasi, yang merupakan pembela kebebasan berbicara dan hak asasi pers untuk mengambil sikap yang jelas atas tindakan tidak manusiawi itu. Serangan itu telah menewaskan tiga wartawan pada Rabu (27/6) pagi ketika kelompok-kelompok bersenjata menembaki markas besar TV Al-Ekhbaria di daerah pinggiran kota Damaskus.
Mereka menembakkan peluru grant berpeluncur roket (RPG) di gedung itu sebelum bom jebakan diletakkan di seluruh gedung dan kemudian meledakkannya, kata televisi pemerintah Suriah mengutip penjelasan Menteri Informasi Emran al-Zoubi.
Sementara itu kelompok oposisi Dewan Nasional Suriah pada Kamis menyatakan tidak akan bergabung dalam pemerintah sementara sampai Presiden Bashar mundur setelah diplomat mengatakan utusan khusus Kofi Annan mengusulkan gagasan itu. "Oposisi belum menerima rincian usul Annan itu dan tidak dapat menjawabnya," kata juru bicara Dewan Nasional Suriah (SNC) George Sabra kepada AFP melalui telepon.
"Tetapi sikap keras mereka tetap tidak berubah bahwa oposisi tidak akan ikut serta dalam setiap rencana politik kecuali Bashar al-Assad disingkirkan dari kekuasaan."
Sabra mengatakan, oposisi akan membicarakan rincian tujuan usul Annan itu sebelum mengambil satu sikap resmi, tetapi menegaskan bahwa prinsip dasar itu dianut oleh seluruh pendukung oposisi Suriah. Oposisi akan bertemu di Kairo 2 Juli. "Itu dalam usaha membangun satu visi bersama bagi periode sementara dan masa depan Suriah," kata Sabra.
Dia mengatakan, Dewan Keamanan PBB harus bertanggung jawab atas aksi kekerasan yang berlanjut setelah pemerintah itu menghambat semua rencana Arab dan internasional yang mengusulkan satu solusi.