Jumat 06 Jul 2012 10:07 WIB

Melekh Yacov : Yahudi Hasidic yang Memeluk Islam (Bag 1)

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Pemeluk Yahudi Hasidic di Tembok Ratapan bagian Barat Yerusalem
Foto: TommyImages.com
Pemeluk Yahudi Hasidic di Tembok Ratapan bagian Barat Yerusalem

REPUBLIKA.CO.ID, Melekh Yacov lahir di New York. Ia dibesarkan dalam keluarga Yahudi Hasidic, kelompok Yahudi ultra-ortodoks. Berbeda dengan penganut Hasidic lain, keluarga Yacov tergolong biasa-biasa saja dalam menjalankan keyakinannya.

"Kami tidak seperti itu, kami tetap beraktivitas ketika hari sabat. Saya juga tidak mengenakan yarmulke di kepala. Yang pasti, keluargaku lebih banyak dipengaruhi kehidupan sekuler," kenang Yacov.

Semasa muda, Yacov merasa tidak seperti orang Yahudi. Ia tidak lagi mempedulikan hari sabat. Ia juga sering mengkonsumsi makanan non halal. Yacov sadar, dirinya tidak lagi mematuhi aturan. Saat itu ia berpikir, apa yang ia lakukan merupakan kehendak Allah.  Padahal semasa kecil, ia banyak mendengar cerita kisah para rabi seperti Eliezar, Baal Shem Tov dan Taurat.

Setiap cerita yang ia dengar menunjukan Yahudi sepanjang sejarah selalu ditindas. Selama  itu pula, Tuhan bersama umatnya sampai akhir. "Bangsa kami selalu mendapat anugerah-Nya. Jika seseorang ingin memperoleh pandangan objektif tentang alasan orang Yahudi memiliki sikap zionis maka anda harus melihat bagaimana kami didoktrin sejak kecil. Itulah mengapa, kami seolah tidak pernah melakukan kesalahan apapun," paparnya.

Yacov tahu betul bahwa orang Yahudi memiliki ikatan yang kuat satu dengan yang lain. Setiap orang Yahudi selalu memegang erat "umat pilihan" Allah. Tapi  ia tidak merasa nyaman dengan itu.

Ia masih ingat, betapa membosankannya saat ia diajak ayahnya mengunjungi sinagoga "Saya merasa aneh dengan melihat banyak orang bertopi hitam dengan janggut panjang lalu berdoa dengan bahasa Ibrani," ucapnya.

Memasuki usia 13 tahun, Yacov menjalani proses khitan, atau dalam tradisi Yahudi disebut Bar-mitvahh'ed. Lalu, setiap paginya ia menempatkanTefilin, kotak hitam berisi ayat Taurat.

Namun, kebiasaan itu tidak berlangsung lama. Awalnya, ayah Yacov bertengkar dengan anggota jamaah lain. Sejak itu, ayah menolak untuk mendatangi sinagoga.

Tak berselang lama, ayahnya memutuskan untuk memeluk agama Kristen. Putusan itu lantaran diajak temannya. Ibunya enggan menerima keputusan suaminya itu, dan akhirnya mengajukan cerai.  Masa-masa ini merupakan yang terberat dalam hidup Yacov.

"Keputusan ayah banyak  berpengaruh padaku. Saya sendiri bingung, sebenarnya apa Yahudi itu apakah bangsa, budaya atau agama. JIka bangsa, mengapa orang Yahudi selalu menjadi warga negara kelas dua. Jika agama, mengapa setiap doa dibacakan dalam bahasa Ibrani. Lalu jika budaya,  jika seseorang berhenti menjadi Yahudi maka ia berhenti berbicara bahasa Ibrani dan mempraktekan tradisi Yahudi," tanya Yacov.

Pertanyaan lain yang mengemuka dalam pikiran Yacov adalah mengapa Ibrahim disebut Yahudi padahal ia hidup sebelum Taurat diturunkan kepada Nabi Musa. Anehnya lagi, Taurat tidak menyebutkan Nabi Ibrahim sebagai orang Yahudi. Kata Yahudi sendiri berasal dari nama salah satu dari 12 anak Nabi Yakub, yakni Yehuda.

"Dalam tradisi Yahudi sendiri, ketika ibunya seorang Yahudi, maka anda dapat menjadi orang Yahudi meski memeluk agama Kristen atau atheis. Sejak itu, saya mulai menjauh dari tradisi Yahudi, karena saya tidak puas lantaran terlalu banyak tanda tanya," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement