REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan Hamka Haq mengatakan pembangunan gedung KPK tidak mendesak karena KPK bukan badan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 seperti Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kepolisian, dan aparatnya.
"Bagi saya, KPK adalah badan adhoc atau bersifat sementara yang tidak ada di UUD 1945," kata Hamka seusai mengisi diskusi 'Negara tanpa Negarawan' di Jakarta Selatan, Senin (9/7).
Hamka mengatakan, sesuai UUD 1945, maka badan penegakan hukum adalah Mahkamah Agung. Menurut dia, badan hukum yang lain harus dibenahi terlebih dahulu agar penegakan hukum berlangsung dengan baik.
Sekarang adalah masa transisi lembaga hukum yang lemah, maka dibentuk lembaga adhoc (KPK). Jangan sampai dengan penguatan KPK maka lembaga hukum yang lain ditinggalkan atau malah tidak diberdayakan, kata Hamka yang juga Ketua Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu.
Mengomentari efektifitas KPK dalam menyelesaikan kasus Bank Century, Hamka mengatakan, DPR melihat KPK tidak bisa melakukan apa-apa dengan yang sudah dirintis (Pansus DPR tentang Century), sehingga DPR merasa tidak begitu perlu memberikan anggaran besar untuk persoalan yang tidak begitu besar.
"KPK menjaring kasus miliaran (rupiah,red)dan jutaan di tingkat bupati atau gubernur. Seolah melupakan kasus besar seperti Century yang merugikan triliunan. Seharusnya kasus besar diselesaikan terlebih dahulu," kata Hamka.
Hamka mengatakan, saweran atau pengumpulan yang digalang oleh masyarakat merupakan hal wajar. Upaya itu merupakan bentuk euforia kepedulian terhadap KPK. Rakyat ingin melihat KPK segera menuntaskan berbagai pelanggaran hukum.
Beberapa hari yang lalu, Ketua MPR Taufiq Kiemas menyatakan pentingnya membangun KPK terlebih dahulu, bukan gedungnya. Dia mengatakan sebaiknya KPK menunjukkan kinerja dalam mengungkap kasus besar yang menjadi perhatian publik dulu, kemudian membangun gedung baru.
Sementara itu, Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menyatakan kekhawatiran dengan saweran atau sumbangan masyarakat untuk pembangunan gedung baru yang malah mempengaruhi kebijakan KPK sendiri.