Kamis 12 Jul 2012 17:43 WIB

Inilah Mimpi Besar Perempuan Palestina

Rep: Agung Sasongko/ Red: Hazliansyah
Muslimah Palestina
Foto: alarabiya
Muslimah Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Ditengah himpitan berbagai kesulitan, Muslimah Palestina tak pernah berhenti untuk bermimpi. Bisa berada di posisi yang sama dengan kaum adam adalah mimpi besar itu.

Shyrine Ziadeh, 24 tahun misalnya. Lulusan Universitas Birzeit ini bermimpi untuk membuka studi tari. Tak sekedar mimpi, berkat kerja kerasnya, Ziadeh mampu membuka studio balet di Ramallah. 

"Aku ingin mengembangkan bakat menari balet pada anak-anak perempuan Palestina," kata dia seperti dikutip alarabiya.net, Kamis (12/7).

Keberhasilan Ziadeh saat ini belum menulari kalangan perempuan Palestina. Ini terbukti, dari data statistik terbaru Organisasi Buruh Internasional (ILO), hanya 5 persen dari perusahaan di Tepi Barat, yang dipimpin seorang perempuan. Fakta, budaya Timur Tengah yang mengedepankan peranan laki-laki menjadi hambatan bagi perempuan Palestina.

"Aku percaya, begitu banyak perempuan Palestina ingin melakukan sesuatu. Nyatanya mereka tidak bisa," ucapnya.

Zaideh menyadari kependudukan Israel atas wilayah Palestina menambah beban lain bagi perempuan Palestina. "Mereka memegang kendali, sehingga kami tidak leluasa bergerak. Sebagai contoh saja, aku kesulitan mengimpor baju balet," keluhnya.

Meski demikian, Zaideh optimistis akan masa depan perempuan Palestina. Ini mengingat angka "melek huruf" perempuan dan tingkat lapangan kerja meningkat. "Indikasinya, telah terbentuk unit polisi wanita Tepi Barat, dan  seperempat kabinet kabinet Perdana Menteri Salam Fayyad diisi perempuan," ungkapnya.

Maysoun Odeh Gangat, CEO Nissa FM, radio khusus muslimah, mengatakan perlu meningkatkan sadar wirausaha kepada perempuan. Ia percaya perempuan Palestina memilik banyak ide.

"Tentu, kita harus memanfaatkan momentum yang ada," kata dia.

Salah Abu Eishe, kordinator LSM Pemberdayaan Perempuan mengatakan, secara umum ekonomi Palestina tengah tumbuh. Tetapi, kesetaraan gender membuat perempuan tidak mendapatkan manfaat nyata dari pertumbuhan itu. "Itulah masalah kami sekarang," kata dia.

Huda al-Jack, pemilik Zman kafe, menyalahkan budaya Arab yang mengesampingkan peranan perempuan.

"Buktinya aku bisa menjalani bisnis sendiri. Jadi, aku merasa ketika perempuan dikesampingkan maka peradaban seolah mundur," kata dia.

"Aku ingin dunia tahu, Palestina memiliki perempuan perubahan," pungkasnya.

sumber : alarabiya.net
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement