REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah melakukan penyelidikan selama hampir empat tahun terhadap peristiwa 1965, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan terdapat bukti permulaan yang cukup akan terjadinya pelanggaran HAM yang berat. Indikasi khususnya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Komnas HAM menemukan seluruh unsur-unsur dalam Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah terpenuhi. "Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966 menyimpulkan bahwa dugaan pelanggaran tersebut benar terjadi," kata Nurkholis, Ketua Tim Investigasi Peristiwa 1965 Komnas HAM, Selasa (24/7).
Bukti permulaan yang cukup itu, lanjut Nurkholis, adalah ditemukan, seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
"Perbuatan tersebut merupakan bagian dari serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, yaitu suatu rangkaian yang dilakukan sebagai kelanjutan dari kebijakan penguasa," kata Nurkholis.
Tim Investigasi Peristiwa 1965 dibentuk pada awal Juni 2008. Tim ini mulai menjalankan penyelidikannya hingga 30 April 2012. Tidak kurang dari 349 saksi yang mendengar, mengalami, hingga saksi yang patut dimintai pertanggungjawabannya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua, diperiksa.
Beberapa tempat yang dijadikan fokus penyelidikan adalah Maumere, Nusa Tenggara Timur; LP Gerobokan Denpasar, Bali; Sumatera Selatan; Moncong Loe, Sulawesi Selatan; Pulau Buru; Maluku dan Tempat Penahanan Jl Gandhi, Medan, Sumatera Utara. "Pemilihan wilayah ini dianggap dapat mewakili tempat atau wilayah lain yang telah dilakukan penyeidikan, dimana peristiwa serupa juga terjadi dan guna memfokuskan pada peristiwa tertentu secara lebih rinci," kata Nurcholis.