REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Mantan kepala misi pemantau PBB di Suriah meyakini tergulingnya Bashar al-Assad 'hanya masalah waktu'. Namun keluarnya dia dari Suriah bukanlah pilihan dan tak akan mengakhiri konflik.
"Cepat atau lambat, rezim akan jatuh," ujar Robert Mood. Jenderal Norwegia itu memegang mandat memimpin 300 delgasi dalam misi yang berakhir pekan lalu di tengah kekerasan yang meningkat tajam.
"Kekerasan berlanjut yang terus meningkat, reaksi rezim yang sama sekali tak proposional dan ketidaan kapasitas untuk melindungi populasi sipil berarti, hari-hari rezim tinggal dihitung tangan," ujarnya. "Tapi apakah akan jatuh pekan ini atau dalam setahun. Itu pertanyaan yang tak berani saya jawab," ujarnya.
Mood menggambarkan karakter pertempuran antara para pemberontak--yang terbagi dalam beberapa faksi dan beberapa dari mereka bersenjata--dengan militer negara mengingatkan kisah "Daud vs Goliath".
Bila pemberontak sukse membuat Assad terguling, tujuan utama mereka, tak lantas bisa serta-merta menghentikan konflik.
"Banyak yang berpikir bila Assad jatuh atau bila ia diberi jalan keluar terhormat, maka masalah akan terpecahkan. Itu terlalu menyederhanakan situasi dan harus diwaspadai," ujar Mood. "Situasi bisa bertambah lebih buruk," ujarnya.
"Di sisi lain penting untuk menekankan bahwa masih mustahil membayangkan masa depan Suriah dengan sejumlah penguasa saat ini masih berada di posisinya." ujarnya. "Setiap waktu, ada 15 orang terbunuh di desa, 500 simpatisan dimobilisasi dan sekitar 100 di antara mereka ialah pejuang" ujarnya.
Ia mengungkapkan keprihatinan dengan kemungkinan konflik masih bisa bertahan bahkan bertahun-tahun lagi. Posisi Mood di Suriah kini digantikan oleh Letnan Jendral Babacar Gaye, seorang perwira militer asal Senegal. Ia mengambil alih Mood dan mengurangi jumlah anggota menjadi separuhnya, 150. Mandat yang diberikan Letjen Gaye hanyalah 30 hari.