Kamis 02 Aug 2012 20:03 WIB

Pembebasan Lahan Sulit, SBY Tuding Makelar

Rep: Esthi Maharani/ Red: Dewi Mardiani
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: Rumgapres/H Abror Rizki
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pemerintah mengaku masih mengalami kesulitan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur. Salah satunya terkendala pengadaan lahan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku, persoalan pembebasan lahan seringkali berjalan alot. Hal ini tak lain karena adanya makelar-makelar lahan.

"Padahal pemerintah sudah melakukan penggantian tanah dengan sesuai. Rakyat tidak dirugikan. Tapi banyak makelar yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadinya," katanya saat memberikan keterangan pers usai rapat koordinasi (rakor) di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (2/8).

Akibatnya, kata dia, tak jarang sejumlah proyek justru terbengkalai dan tak selesai. Menurutnya, seringkali pemerintah merugi, karena banyak investasi yang terhambat dan tidak jadi melanjutkan proyeknya di tanah air yang disebabkan pembebasan lahan.

Sebenarnya, untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah peraturan. Misalnya, Undang Undang No 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum serta Peraturan Presiden (Perpres) sebagai aturan pelaksana UU yang akan terbit tak lama lagi.

Dua peraturan tersebut dapat memberikan angin segar untuk mengatasi hambatan menyangkut pembebasan tanah. Meski demikian, keduanya dianggap tidak akan terlalu efektif jika makelar ini masih merajalela.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Hendarman Supandji menyatakan, BPN bersama kementerian lainnya di bawah koordinasi Menteri koordinator Politik Hukum dan Keamanan tengah mencari solusi memecahkan masalah ini. "Tentunya kami harus mencarikan solusi bagaimana mekanisme penentuan harga tanah agar rakyat tidak dirugikan," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement