Senin 13 Aug 2012 21:01 WIB

Ki Bagoes Hadikoesoemo, Penggagas Tegaknya Syariat Islam (1)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ki Bagoes Hadikoesoemo adalah salah seorang perintis kemerdekaan Republik Indonesia.

Bahkan, pada saat perumusan Pancasila dan UUD 1945, nama Ki Bagoes Hadikoesoemo ada di dalamnya bersama dengan delapan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), di antaranya Soekarno, Muhammad Hatta, dan Wahid Hasyim.

Karena kontribusi dan jasa-jasanya yang besar bagi bangsa Indonesia, nama tokoh kelahiran Kampung Kauman, Yogyakarta, pada 24 November 1890, ini ditetapkan sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.

Namanya adalah Raden Hidayat, anak ketiga dari lima bersaudara, putra Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan (pejabat) agama Islam di Keraton Yogyakarta.

Sebagai anak seorang pejabat agama Islam, Raden Hidayat senantiasa mendapatkan pendidikan agama yang sangat ketat dari orang tuanya. Ia juga belajar agama dari beberapa ulama yang tinggal di daerah Kauman.

Setelah tamat dari Sekolah Ongko Loro (tiga tahun tingkat sekolah dasar), ia meneruskan pendidikan di pondok pesantren tradisional Wonokromo, Yogyakarta. Di pesantren ini ia mendalami kajian fikih dan tasawuf.

Ki Bagoes juga belajar agama pada KH Ahmad Dahlan. Melalui pendidikan agama yang diperolehnya dari ulama besar pendiri Muhammadiyah tersebut, maka pemikiran dan wawasan keislamannya semakin luas.

Dengan konsep tajdid (pembaruan) yang diajarkan KH Ahmad Dahlan, Ki Bagoes makin termotivasi belajar dalam upaya kebangkitan umat Islam. Sejak saat itulah, ia tergerak dan terpanggil hatinya untuk turut serta dalam memperjuangkan kemajuan umat.

Karena pergaulannya yang luas, ramah terhadap setiap orang, dan kemampuannya dalam beradaptasi, membuat ia cepat menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Kendati, jenjang pendidikan yang ditempuhnya hanya sampai pada sekolah rakyat.

Namun, karena kemauannya yang keras untuk belajar, maka selain ilmu agama, ia juga mahir dalam sastra Jawa, Melayu, Belanda, dan Inggris.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement