REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masih berharap tindakan nyata pemerintah. Selama ini pemerintah dinilai mengabaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu seperti kasus Mei '98, Penculikan Aktivis, Peristiwa '65, dan Tanjung Priok.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Yati Andriani, mengatakan mungkin untuk sebagian orang kasus-kasus tersebut sudah tak menarik. Namun, ia mengatakan, dalam setiap kasus terdapat hak-hak orang yang terlanggar dan tak diperhatikan negara.
"Di sini ada ayah yang ingin mendengar nasib anaknya, ibu yang ingin tahu kenapa keluarganya dibunuh, serta orang-orang yang masih hidup dengan stigma negatif dari peristiwa 65'," kata Yati saat mengunjungi Kantor Republika, Selasa (14/8).
Yati menambahkan, saat ini sebenarnya ada tujuh berkas kasus yang telah masuk di Kejaksaan Agung. Di antara berkasnya adalah kasus Trisakti, Semanggi, Penculikan Aktivis, Kasus Lampung, Kasus Warsidi, Peristiwa '65, dan Penembakan Misterius (Petrus).
Kasus-kasus tersebut menurut Yati telah masuk sejak 2002, namun telah sepuluh tahun tak ada tindakan nyata. "Kami cuma mengharapkan kepastian hukum bagi keluarga korban. Apakah kasus tersebut di lanjutkan atau dihentikan," ujar Yati.