REPUBLIKA.CO.ID, Baiat dapat juga dikelompokkan dalam dua bentuk. Pertama, baiat khusus, yaitu suatu baiat yang dilakukan oleh ahl al-hall wa al-aqd.
Ia merupakan suatu pengangkatan imam dengan teknik pemilihan atas mereka. Baiat ini dilakukan dengan cara memaklumatkan persetujuan mereka terhadap imam.
Baiat ini merupakan pendahuluan atas baiat umum, baik dari sudut waktu maupun pengertiannya. Akan tetapi baiat khusus ini tidak dianggap sah secara syarak kecuali melalui jalan pemilihan bebas, tanpa paksaan.
Kedua, baiat umum, yaitu suatu baiat yang berlangsung setelah baiat khusus, berlaku untuk masyarakat umum. Di sini pemimpin atau khalifah telah siap untuk mengambil baiat dari rakyat atau wakil-wakilnya.
Baiat ini merupakan suatu pernyataan atau ikrar kesetiaan, ketaatan dalam pengakuan atas pemerintah yang berkuasa serta tidak keluar dari jamaah. Baiat khusus dianggap sebagai bagian dari baiat umum dalam kondisi ketika pemimpin mengambil alih kekuasaan.
Konsep baiat dirumuskan oleh Imam Al-Mawardi, ahli fikih dari Mazhab Syafi'i, sedemikian rupa sehingga memperlihatkan sebuah teori kontrak sosial. Menurutnya, hubungan antara ahl al-hall wa al- aqd atau ahl al-ikhtiyar dengan imam atau kepala negara merupakan hubungan antara dua pihak peserta kontrak sosial atau perjanjian atas dasar sukarela.
Kontrak atau persetujuan melahirkan kewajiban dan hak bagi kedua belah pihak secara timbal balik. Selain berhak untuk ditaati oleh rakyat, imam juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap rakyatnya.
Imam Al-Mawardi mengemukakan teori kontrak sosialnya itu pada abad ke-11. Sedangkan di Eropa, teori ini baru muncul untuk pertama kalinya pada abad ke-16 dengan tokoh-tokohnya seperti Hubert Languet (1519-1581, ilmuwan Prancis), Thomas Hobbes (1588-1679, ilmuwan Inggris), John Locke (1632-1704, ilmuwan Inggris), dan Jean Jaques Rousseu (1712-1778, ilmuwan Prancis).