REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada musim haji tahun ke-13 kenabian. Kaum Muslimin dari Madinah yang berjumlah tujuh puluhan, ikut dalam rombongan orang-orang musyrik untuk melakukan ibadah haji.
Seperti dikutip dari Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah ﷺ disarikan dari kitab Ar-rahiqul Makhtum, setibanya di sana, mereka segera menghubungi Rasulullah ﷺ, lalu dengan rahasia sepakat bertemu di tengah hari-hari Tasyrik di suatu lembah Aqabah dekat Jumrah 'Ula di Mina untuk melakukan baiat.
Pada hari yang telah ditentukan, di tengah malam yang gelap gulita. Sambil mengendap-endap agar tidak diketahui rombongannya kaum musyrikin mereka pergi ke Lembah Aqabah. Mereka saat itu berjumlah tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang wanita, Nusaibah binti Ka'ab (Ummu 'Ammarah) dan Asma binti Amr (Ummu Mani'). Sementara itu, Rasulullah ﷺ datang bersama Abbas bin Abdul-Muththalib yang saat itu masih memeluk agama kaumnya, tapi dengan senang hati dia turut menghadirinya.
Sebelum melakukan baiat, Jabir bertanya kepada Rasulullah ﷺ: “Ya Rasululullah, atas apa kami harus berbaiat?”.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Kalian harus patuh dan taat, baik saat giat maupun malas, harus bershodagoh baik saat susah maupun senang, harus memerintah kepada yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar, harus berjuang di jalan Allah, dan jangan mundur walaupun hinaan orang, harus menolongku jika aku datang ke tempat kalian dan melindungiku sebagaimana kalian melindungi diri kalian dan anak istri kalian. Dan balasan bagi kalian adalah surga”.
Setelah masing-masing pihak memahami satu per satu isi baiat yang akan mereka ucapkan dan sadar akan konsekwensinya yang berat serta kesiapan mereka untuk melaksanakan bai'at tersebut, maka mulailah satu persatu mereka berbaiat kepada Rasulullah ﷺ dengan cara berjabat tangan. Adapun terhadap kedua wanita yang turut serta dalam bai'at tersebut, Rasulullah ﷺ cukup mengambil bai'atnya dengan ucapan saja. Sebab Rasulullah ﷺ tidak pernah sekalipun bersalaman dengan wanita yang bukan mahramnya.
Demikianlah bai'at Aqabah kedua yang juga dikenal dengan Bai'at Aqabah al-Kubro berakhir dengan penuh persaudaraan dan komitmen yang teguh untuk saling membela Islam. Dari sinilah kekuatan Islam yang akan menggetarkan dunia sedang diayunkan.
Setelah baiat selesai dilaksanakan, Rasulullah ﷺ minta kepada peserta bai'at tersebut untuk menunjuk 12 orang di antara mereka sebagai pemimpin dan diserahkan tanggung jawab atas regunya masing-masing dalam melaksanakan isi bai'at tersebut.
Maka segera saja mereka memilih dua belas orang tersebut, 11 orang dari suku Khajraj dan tiga orang dari Aus.
Pada detik-detik terakhir, setan mengetahui adanya bai'at tersebut. Namun karena sempitnya waktu, tidak mungkin baginya menyampaikan hal itu kepada para pemimpin Quraisy secara rahasia agar mereka melakukan penyergapan mendadak. Akhirnya dia naik ke sebuah bukit lalu berteriak tentang pertemuan itu. Rasulullah ﷺ yang mendengarkan teriakan setan tersebut segera memerintahkan para peserta bai'at untuk kembali ke rombongannya. Pada awalnya mereka siap untuk menghadapi kaum musyrikin, namun Rasulullah ﷺ katakan bahwa beliau belum diperintahkan untuk itu. Lalu mereka kembali, dan tidur di tengah rombongannya hingga pagi.
Keesokan harinya, kaum kafir Quraisy mendatangi perkemahan penduduk Yatsrib untuk memprotes dengan keras adanya perjanjian tersebut kepada para pemimpin rombongan kaum musyrikin Madinah, karena mereka mengetahui bahaya besar dari pertemuan itu bagi mereka. Tentu saja para pemimpin rombongan, karena memang hal tersebut dilakukan dengan sangat rahasiamenolak mentah-mentah tuduhan orang kafir Quraisy.
Sementara orang-orang muslim, hanya dapat saling memandang satu sama lain, tidak menyangkal dan tidak mengiyakan. Akhirnya para pemimpin Quraisy membenarkan ucapan pemimpin kaum musyrikin dari Madinah, lalu mereka kembali dengan tangan hampa.