REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mutasi besar-besaran yang dilakukan polisi dinilai masih setengah hati dan belum total untuk membenahi kinerja kepolisian. Hal itu disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane saat dihubungi Republika, Rabu (5/9).
Ia mengatakan di daerah-daerah strategis masih banyak perwira dan Kapolda yang sudah menjabat hampir tiga tahun tetapi belum dimutasi. Misalnya, di wilayah yang disorot publik, seperti Sumatra Utara dan Jawa Tengah.
Neta menilai penempatan Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai Kapolda Papua akan menimbulkan dua hal. Pertama, akan muncul kecemburuan dari para senior karena Tito dianggap masih terlalu muda dan belum pernah menjadi Kapolda tapi sudah ditempatkan di wilayah rawan konflik.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Neta menambahkan penempatan Tito menggambarkan Polri akan menjadikan Papua sebagai daerah operasi Detasemen Khusus 88 Antiteror. Padahal, masalah di Papua bukanlah masalah terorisme tapi masalah kesenjangan sosial.
"Sejak Juni 2012 lalu IPW sudah mengkritisi sikap Polri tersebut. Jika operasi Densus dipaksakan di Papua dikhawatirkan konflik akan berkepanjangan dan tidak akan pernah selesai," ujarnya.
Neta berpendapat penyelesaian kasus Papua tidak bisa hanya mengandalkan Polri. Pemerintah pusat dan daerah harus berperan maksimal menyelesaikan kesenjangan sosial di Papua. Sementara, Polda Papua harus membangun konsolidasi internal yang solid agar jajaran kepolisian di Papua mampu melakukan deteksi dan antisipasi dini. Pendekatan ke masyarakat juga perlu dilakukan.
Nama Tito Karnavian mulai melambung saat berhasil memimpin tim meringkus buronan Tommy Soeharto dalam kasus pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita pada 2001. Pada 2005, ia sukses mengungkap jaringan teroris Dr Azahari dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur pada 9 November 2005. Ia menjabat sebagai Kepala Densus 88 pada 2009 menggantikan Saud Usman Nasution.
Prestasi pria kelahiran Palembang, 26 Oktober 1964 tersebut menurut Neta biasa saja. Ia lebih menyoroti bahwa kemampuan Tito sebagai Kapolda belum teruji. Namun, penempatan Tito dinilainya akan berpengaruh positif terhadap Australia karena selama ini negeri kanguru tersebut banyak membantu Densus 88.
"Bolehlah kalau itu mau dibilang prestasi, meskipun sebenarnya kasus-kasus besar itu hasil kerja tim. Apalagi proses penangkapannya memakan waktu yang cukup lama sehingga tim telah bekerja penuh, solid dan total," kata Neta.
Senada dengan Neta, Pengamat Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar mengatakan kepemimpinan tidak bisa dilihat hanya dari prestasi kerja sebab banyak aspek lain yang harus diperhitungkan. Ia mengaku tidak kenal secara pribadi dengan Tito sehingga sulit menilai kepemimpinan yang akan diterapkan.
Menurut Bambang, jika nantinya Tito akan menggunakan pendekatan represif atau destruktif terhadap masyarakat Papua berarti mengindikasikan ia menggunakan taktis dan teknis Densus 88 dalam menjaga stabilitas. Hal itu justru semakin menguatkan rasa antipati masyarakat terhadap aparat pemerintah atau negara.
Ia menyarankan sebaiknya Polda bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam membangun keamanan menggunakan pendekatan sosial atau sistem senjata sosial. Bukan dengan 'senjata peluru'. Ia mengatakan membangun kesejahteraan di Papua memerlukan pendekatan human security.
Human security yang ia maksud adalah bahwa keamanan tidak sekadar diciptakan oleh polisi dan militer. Keamanan tercipta dari berbagai aspek yang saling terkait dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Dengan begitu, jurang kesenjangan dalam bidang politik, ekonomi dan keadilan tidak semakin lebar. Ia berpendapat Kapolri atau Presiden perlu memahami masalah utama di Papua adalah kesejahteraan sehingga tepat dalam menunjuk pimpinan daerah yang mampu menyelesaikan masalah.
"Intinya masalah keamanan harus didekati dari segi kemanusiaan. Human loves human," kata Bambang kepada Republika, Rabu (5/9).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi mengatakan mutasi 58 perwira di tubuh Polri merupakan hal yang wajar terjadi. Pemindahan Tito sebagai Kapolda Papua lebih karena sangat dibutuhkan perwira dengan track record yang bagus untuk mengatasi masalah Papua yang cukup kompleks.
Boy tidak menampik Densus 88 akan digiatkan di Papua untuk memberantas Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun, hal itu dilakukan secara proporsional dan sesuai dengan hukum yang sah.