Jumat 28 Sep 2012 13:06 WIB

PKS Siap Sinergi dengan NU Perangi Korupsi

Rep: Indah Wulandari/ Red: Hafidz Muftisany
Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid dan Sekretaris Fraksi Abdul Hakim saat bertemu Ketua PBNU K.H Said Aqil Siroj Kamis (27/9)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid dan Sekretaris Fraksi Abdul Hakim saat bertemu Ketua PBNU K.H Said Aqil Siroj Kamis (27/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jajaran Fraksi PKS di DPR berkunjung ke kantor PBNU, Kamis (27/9) petang dalam upaya bersinergi untuk menguatkan pemberantasan korupsi. FPKS yang dipimpin ketua barunya Hidayat Nur Wahid disambut langsung ketua umum PBNU K.H Said Aqil Siroj

Dalam kesempatan tersebut, Hidayat menegaskan kembali sikap Fraksi PKS di DPR yang tidak akan melanjutkan pembahasan revisi RUU KPK. Revisi ini, lanjut Hidayat, disinyalir merupakan bagian dari upaya melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia dan karenanya harus ditolak.

Sikap ini, lanjut Hidayat, sejalan dengan Fatwa Ulama NU dalam Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama untuk terus memberantas korupsi dan bahkan memberikan hukuman mati bagi koruptor.

"Tentu kami mohon doa, masukan dari PBNU terhadap kinerja yang kami lakukan di DPR. Kami juga siap mendukung hasil munas PBNU yang diselenggarakan di Cirebon dan akan kami jalankan kebijakan politik partai yang sejalan dengan hasil Munas tersebut," tegas Hidayat.

Selain membahas masalah korupsi dan upaya penguatan peran KPK, pertemuan tersebut juga membahas masalah keumatan lainnya seperti respons terhadap Film 'Innocence of Muslims', permasalahan haji, dan juga masalah perlu-tidaknya sertifikasi ulama.

“Semangat PBNU beriringan dengan semangat kami di PKS. Untuk itu kami terus berkomitmen di dewan untuk terus mengawal agenda keumatan serta agenda strategis publik lainnya. PKS adalah bagian dari umat, milik umat,” tutup Hidayat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement