REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Penerbit dinilai ikut bertanggung jawab terhadap naskah pelajaran sekolah dasar yang ternyata bermuatan pornografi. Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Lucya Andam Dewi mengatakan, editor buku yang memegang langsung materi pembelajaran siswa sekolah dasar harus meningkatkan kualitas penyuntingannya. “Saya harap, editor buku ke depan lebih teliti dan hati-hati,” kata Lucya kepada Republika, Ahad (30/9).
Ditanya apakah dia sudah melihat lembar kerja sekolah (LKS) yang berbau pornografi di Batam, Lucya mengatakan belum. Ia setuju kalau penerbit harus jadi pihak yang bertanggung jawab soal konten buku pelajaran.
Namun, ketika dikonfirmasi apakah penerbit kecolongan lagi dengan banyaknya muatan pornografi pada naskah sekolah dasar, Lucya membantah. Ia berdalih, kecolongan bisa digunakan kalau penerbit tidak ada editor. Tapi, yang terjadi selama ini, kata dia, adalah sudah ada editornya, namun materi berbau pornografi itu tetap lolos. “Berarti, editor kurang bertugas dengan baik,” tegasnya.
Ikapi, jelas Lucya, tidak memonitor konten buku pelajaran maupun LKS yang terbit. Pengawasan konten, sambungnya, langsung menjadi tanggung jawab penerbit bersangkutan. Selain itu, penerbit berpatokan pada Badan Standar Nasional Pendidikan yang ikut mengawasi buku dan LKS yang beredar. Lucya berjanji akan mengecek naskah LKS bermuatan pornografi itu. Bila penerbit bersangkutan anggota Ikapi, katanya, akan ada sanksi karena teledor.
Seperti diberitakan Antara, di Kota Batam, Kepulauan Riau, telah beredar LKS dengan muatan pornografi untuk kelas lima SD. Berbeda dengan kasus LKS sebelumnya yang memampang wajah bintang porno, muatan di LKS ini lebih menjurus karena kalimatnya. Misalnya, pada bab tentang alat reproduksi di halaman 38, ditemukan banyak kata yang sepatutnya tidak dipelajari pada siswa SD.
Tak hanya itu, buku Ajar, Acuan Pengayaan, Penjasorkes untuk kelas lima, semester satu, juga memuat pertanyaan yang dianggap melenceng oleh Dinas Pendidikan Batam, seperti “hubungan seksual boleh dilakukan setelah melaksanakan?”.
Pengamat pendidikan, Arief Rahman, berpendapat, penyebaran materi pornografi tidak akan sampai ke tangan siswa bila sejumlah pihak betul-betul mengevaluasi isi LKS. “LKS berbau porno timbul karena kelalaian guru, Dinas Pendidikan setempat, pencetak, dan penerbit,” ujarnya. Guru, kata Arief, adalah pihak yang secara langsung membuat rencana pembelajaran siswa. Jadi, sudah semestinya guru harus meneliti tiap konten materi yang akan diajarkan.
Arief menyebut, mungkin saja keberadaan LKS merupakan proyek sampingan guru. Namun, menurutnya, tidak ada unsur kesengajaan dalam penyebarluasan LKS berbau pornografi ini. Ia percaya, tidak mungkin guru mau merusak anak didiknya. “Intinya, hanya kelalaian,” ucap Arief. Tim pengawas juga patut disalahkan, dalam hal ini Dinas Pendidikan pemerintah daerah setempat, lantaran beredarnya kasus ini.
Menurut Arief, hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat. Ia meminta pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, harus menegur bawahannya di daerah agar kasus serupa tidak terulang lagi