REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden tabrakan antara KM Bahuga Jaya dengan tanker NGC di Selat Sunda harus jadi momentum untuk perbaikan infrastruktur pelabuhan dan peremajaan armada kapal penyeberangan.
"Musibah tabrakan kapal Bahuga dengan tanker NGC di Selat Sunda kemarin memperlihatkan bahwa keselamatan, keamanan dan kelancaran penyeberangan di Merak-Bakauheni belum ditangani dengan baik," Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo mengatakan di Jakarta, Selasa.
Selama ini, kata Sigit, pemilik kapal enggan menambah kapal baru di penyeberangan terpadat di Indonesia itu karena khawatir tidak bisa menarik keuntungan mengingat pemerintah akan segera membangun Jembatan Selat Sunda (JSS).
"Akibatnya revitalisasi kapal terhambat karena tidak ada investor yang mau berinvestasi. Dan pelayanan pelayaran yang aman, selamat dan lancar pun terabaikan," ujarnya.
Oleh karena itu pula, ia mengimbau pemerintah agar menunda proyek JSS karena selain biaya pembangunannya yang fantastis hingga Rp 225 triliun, aspek kerawanan bencana di sekitar Selat Sunda juga perlu dipertimbangkan. Disisi lain, pembangunan JSS akan mematikan pelayaran nasional.
"Membangun jembatan itu kan butuh waktu sepuluh sampai lima belas tahun. Tidak mungkin penumpang dan kendaraan yang lewat Selat Sunda harus menunggu 15 tahun untuk bisa mendapatkan pelayananan yang aman, lancar dan selamat," ujarnya.
Karena itu dibutuhkan solusi jangka pendek yaitu perbaikan infrastruktur pelabuhan Merak-Bakauheni serta modernisasi manajemen pelayaran dan modernisasi angkutan penyeberangan.
Dia juga mengatakan bahwa sebagai negara maritim, sistem transportasi laut Indonesia masih kacau dan hal ini terbukti dengan banyaknya jumlah kasus kecelakaan di laut.