Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Kedengarannya menakutkan menjalani kehidupan suluk. Akan tetapi, jika seseorang mencoba menjalani pilihan, hidup ini ternyata bisa dan bahkan mengasyikkan.
Logika dan pikiran yang sarat pengandaian berganti kecintaan mendalam kepada Tuhan.
Tidak gampang menjalani kehidupan suluk (salik). Seorang calon salik terlebih dahulu harus membulatkan tekad untuk “mewakafkan” hidupnya untuk suluk.
Namun, menjadi praktisi suluk tidak mesti harus meninggalkan kehidupan dunia dengan segala liku-likunya. Tidak sedikit orang berhasil menjalani kehidupan suluk, tetapi ia juga tetap menjadi dirinya sendiri dan berhasil sebagai pebisnis, pejabat, seniman, serta aktivitas kehidupan duniawi lainnya.
Jalan hidup salikin sesungguhnya tidak lain adalah pilihan jalan hidup untuk senantiasa dekat dan sedekat-dekatnya dengan Tuhan. Hidupnya sepenuhnya diserahkan kepada Allah SWT. Apa pun wujud keseharian aktivitas dan perbuatannya, semuanya tertuju untuk menggapai ridha-Nya.
Hidupnya penuh kepasrahan dan tawakal serta tidak pernah mengeluh di dalam menjalani segala risiko kehidupan. Dia selalu tersenyum menjalani kehidupan karena diyakini secara haqqul yaqin bahwa keberadaan dan hidup ini semuanya atas kehendak dan pilihan-Nya.
Seorang calon salik pertama kali harus menyadari kelemahannya se bagai manusia. Untuk itu, ia harus belajar dan mencari arah-arah yang bisa menuntun dirinya agar tujuannya bisa tercapai dengan baik.
Calon salik tidak perlu banyak menggunakan logika dan rasionya di dalam menentukan pilihan sebagai salik, karena itu bisa menghambat atau memperlambat perjalanan panjang yang harus ia lalui.
Ia harus mengondisikan batinnya untuk bersedia menjalani pilihan hidupnya sebagai salik dengan segala konsekuensinya. Ia tidak boleh di tengah jalan menciptakan jalan bercabang hingga membuatnya gagal.