Kamis 04 Oct 2012 16:07 WIB

PPP Jamin tidak Ada Upaya Pelemahan KPK

Ahmad Yani
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ahmad Yani

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Kelompok Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) yang juga Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani menjamin tidak ada upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kalau PPP memberikan jaminan karena KPK lahir dari anak kandungnya PPP, kami juga ikut mengusulkan," katanya ketika mengunjungi Markas Polda Bali di Denpasar, Kamis (4/10).

Sementara itu terkait Komisi III DPR RI secara keseluruhan, dia mengaku akan memperjuangkan dalam konteks pembahasan substansi bersama, karena hal itu menyangkut fraksi lain. Dia mengatakan bahwa partai berlambang Kabah tersebut menyetujui adanya revisi pada Undang-Undang KPK Nomor 30 tahun 2002 namun tidak dalam upaya mengkerdilkan lembaga pemberantasan korupsi itu.

Saat ini di kalangan fraksi di DPR dan Baleg sedang membahas revisi UU KPK karena proses penyusunan draf revisi sedang dipersiapkan Komisi III dan selanjutnya akan diserahkan ke Badan Legislasi untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi.

"PPP dalam konteks perubahan kami setuju tetapi tidak dalam konteks membonsaikan atau mengkerdilkan KPK tetapi mensinkronkan dengan undang-undang (UU)," ujar Yani.

Ia mencontohkan bahwa UU itu masih mencampuradukkan kewenangan dari lima tugas KPK namun ditarik menjadi satu jalan pada lembaga super itu. "Dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berhak menyadap. Tetapi bagaimana proses penyadapan ini?, padahal proses penyelidikan belum tentu ada unsur pidana," katanya.

Yani mengatakan bahwa dalam proses penyelidikan mengumpulkan bahan ada atau tidaknya tindak pidana namun apabila dijalankan penyadapan, maka hal itu dinilainya merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum dan HAM itu menilai penyadapan tidak bisa dilakukan secara universal karena memang melanggar HAM, namun Undang-Undang Dasar (UUD) pada pasal 28 j memperbolehkan karena diberikan kebebasan.

"UU KPK tidak mengatur bagaimana teknis penyadapan. Itu hanya diatur dalam prinsip prosedur operasional (SOP) sehingga itu tidak bisa dilakukan karena menyangkut prinsip dasar, maka perlu UU tersendiri yakni mengenai penyadapan," katanya.

UU penyadapan itu, lanjut Yani, nantinya tidak hanya untuk KPK melainkan juga Badan Intelejen negara (BIN), Polisi, dan Kejaksaan karena instansi itu juga memerlukan penyedapan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement