Sabtu 13 Oct 2012 23:36 WIB

Hasan dan Pemakaman Ash Sharaya

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Heri Ruslan

 

‘’Gaji saya sedikit, tapi saya merasa berkah bekerja di sini,’’ ujar Hasan, penggali kuburan yang bekerja di kompleks pemakaman Ash Sharaya.  Senin (8/10) siang, saya berbicang dengan pria berkulit gelap di sela-sela waktu tugasnya sebagai penggali makam.

 

Pria asal Bangladesh itu merasa senang bisa membantu memakamkan jamaah haji yang wafat. ‘’Sebuah kehormatan bagi saya bisa memakamkan jenazah jamaah haji,’’  tuturnya. Ini merupakan tahun kedua bagi Hasan mengabdikan diri menjadi pelayan pemakaman jenazah di  Ash Sharaya.

 

Ya, di kompleks pemakaman Ash Sharaya  -- berjarak 15 kilometer dari  Masjidil Haram -- inilah jamaah haji dari berbagai negara dimakamkan, termasuk dari Indonesia.  Hasan dalah satu dari 40 orang pekerja yang bekerja di pemakaman ini.

 

‘’Semua pekerja  di sini orang Bangladesh,’’  tutur Hasan dalam bahasa Inggris.  Sehari-hari,  pria yang berasal dari Sylhet – 400 kilometer dari Dhaka – itu bertugas menggali kuburan. Ia bekerja mulai pukul 08.00 pagi.

 

Ia tak pernah mengeluh  meski harus bekerja di bawah terik matahari.  ‘’Setiap hari ada saja jamaah haji yang dimakamkan di sini,’’ kata ayah dua anak ini.  Menurut dia, pemakaman jamaah haji yang wafat tak dibedakan-bedakan berdasarkan negara.

 

‘’Semua Muslim dimakamkan di sini. Tak ada pembedaan warga negara,’’  papar Hasan sembari tersenyum. Menurut dia, sepanjang tahun banyak jamaah haji dan umrah yang berziarah ke pemakaman ini, termasuk jamaah dari Indonesia.

 

Seperti umumnya buruh migran,  Hasan meninggalkan tanah kelahirannya untuk mengais rezeki. Ia mengadu nasib di Tanah Suci. Demi menghidupi anak istrinya, pria yang berusia 40 tahun itu, rela menjadi tukang gali kuburan.

 

Selama dua tahun bekerja di Tanah Suci, Hasan mengaku belum pulang ke Kampung Halamannya. ‘’Enam bulan lagi saya akan pulang,’’ tuturnya.  Dengan gaji sekitar 750 riyal,  Hasan masih bisa berkirim uang kepada keluarganya di Sylhet.

 

Pria yang ramah ini pun banyak bertanya tentang Indonesia.  ‘’Berapa jumlah penduduk Indonesia?’’

‘’Sekitar 230 juta. Sekitar 85 persen Muslim,’’  jawab saya.

 

‘’Subhanallah. Di Bangladesh hampir 95 persen penduduknya juga Muslim,’’ ucap dia. Ia mengaku tak terlalu mengenal Indonesia.

 

‘’Indonesia negara yang besar, ya?’’ Tanya Hasan.

 

‘’Ya, Indonesia terdiri dari 17.000 pulau,’’ jawab saya.

 

Ia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. ‘’Negara yang besar,’’ ucapnya.

 

Saat sedang asyik berbincang, petugas keamanan makam Ash Sharaya meminta kami menghentikan obrolan. Petugas berkulit hitam dan jangkung itu menyuruh saya keluar dari areal pemakaman.

 

Saya sempat meminta Hasan untuk difoto. Usai difoto kami berjabat tangan dan saya pun mengucap salam.  Hasan mengantar saya hingga ke gerbang makam Ash Sharaya.

 

                                                                   

                                                                      ***

 

Pemakaman Ash Sharaya masih berada di kawasan Tanah Haram.  Kuburan ini terbagi menjadi 40 blok. Hanya laki-laki saya yang diperbolehkan untuk berziarah ke kompleks pemakaman ini. Kaum hawa dilarang untuk masuk ke pemakaman Ash Sharaya.

 

Jangan membayangkan pemakaman di Tanah Suci ini sama seperti di Indonesia.  Pemakaman di Makkah hanya bertandakan batu putih tanpa nama.  Kuburan yang telah berusia tiga tahun akan digali untuk dijadikan tempat pemakaman yang baru.

 

‘’Jika masih ada tulang benulang, makam akan digali lebih dalam. Tulang yang lama akan dikubur lebih dalam dan jenazah baru akan ditempatkan di atasnya,’’ tutur Hasan.

 

Di Kota Makkah terdapat dua pemakaman yang besar, yakni makam Ma’la da Ash Sharaya.  Namun, karena pemakaman Ma’la sudah penuh, jamaah haji yang wafat dimakamkan di Ash Sharaya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement