REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Majelis Ulama Indonesia menegaskan jika fatwa memberikan dana talangan haji diperbolehkan bagi bank penerima setoran (BPS) dengan syarat tanpa bunga. Para pemohonnya pun ditujukan bagi orang-orang yang berkemampuan membayar. Tudingan memperpanjang daftar tunggu haji pun ditepis.
"Talangan haji diperbolehkan, ada fatwanya melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) tahun 2002," terang Koordinator Ketua Harian MUI KH Ma'ruf Amin di kantornya, Kamis (18/10).
Kesimpangsiuran informasi tentang fatwa dana talangan haji coba dijelaskan oleh Ketua DSN ini. Konten fatwa, ujarnya, penyelenggara dana talangan haji adalah bank syariah agar terbebas dari sistem bunga. Sedangkan yang selama ini terjadi, bank-bank konvensional ikut-ikutan memberikan dana talangan haji berikut bunganya.
"Sesuai syariah, bank-bank penerima setoran boleh melakukan pengurusan haji dan mendapat fee pengurusan atas dasar akad hijarah atau bekerja untuk mendapat fee/ujarah,"papar Kiai Ma'ruf.
Selain aturan dasar tentang bunga, bank syariah juga boleh melakukan talangan apabila benar-benar dibutuhkan. Maksudnya, talangan haji baru bisa diberikan bagi orang-orang yang sebenarnya mampu membayar atau melunasi. Bukan orang-orang yang sama sekali tidak mampu secara finansial.
Biasanya, jelas Kiai Ma'ruf, orang-orang yang ditalangi mungkin mempunyai aset, tapi tidak mau menjual asetnya atau digunakan dulu untuk kepentingan lain. Harus dipastikan pula oleh BPS mereka bisa mengembalikan sesuai waktu yang disepakati saat akad. Fee bagi bank pun harus proporsional sesuai biaya operasional mereka.
"Jadi kalau ada larangan memberi talangan dengan alasan memperpanjang antrian itu tidak benar. Istilahnya yang gatal mana yang digaruk yang mana, ngga masuk akal, kenapa dana talangan jadi kambing hitam,"jelas Kiai Ma'ruf bernada protes.