REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politik pencitraan yang dikedepankan para politisi dinilai tidak mencerdaskan rakyat alias pembodohan. Sebab, popularitas yang hanyalah sebuah rekayasa semata. Pemikiran tersebut disampaikan Ketua Umum Aliansi Rakyat Untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli.
"Pemimpin yang terpilih karena politik pencitraan tidak lepas dari agenda setting yang dilakukan media massa. Seharusnya politisi mengedepankan politik pencerdasan," kata Rizal Ramli di Jakarta, Jumat (19/10).
Mantan menteri koordinator perekonomian itu menjadi salah satu pembicara dalam talkshow DPD Perspektif Indonesia 'Adu Figur atau Adu Figur?' yang diadakan di Pressroom DPD. Menurut Rizal, tokoh-tokoh hebat dalam sejarah Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir tidak bermodalkan politik pencitraan melainkan pencerdasan.
"Mereka berpikir bagaimana mencerdaskan rakyat supaya bangsa Indonesia maju. Ali Sadikin adalah satu-satunya gubernur di Indonesia yang tidak bermodalkan pencitraan," katanya.
Dia mengatakan negara-negara di dunia yang berhasil mengejar ketertinggalan dengan negara-negara Barat juga karena memiliki pemimpin yang tidak peduli dengan pencitraan. Selain Soekarno, dia mencontohkan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad sebagai pemimpin yang tidak peduli dengan pencitraan.
Selama pemimpin Indonesia hanya bermodalkan politik pencitraan, bukan pencerdasan, Rizal mengatakan bangsa ini tidak akan bisa maju dan besar. "Jadi lebih pilih figur pemimpin yang memiliki visi dan karakter, bukan karena dia santun dan lain-lain. Kesantunan dan lain-lain itu hanya pencitraan dan menjadi referensi kesekian setelah visi dan karakter," tuturnya.
Dia berharap pada Pemilihan Presiden 2014 mendatang muncul sejumlah figur yang tidak memedulikan pencitraan, tetapi lebih mengedepankan pencerdasan kepada pemilih. "Selain Jokowi, saya rasa masih banyak tokoh yang tidak hanya memikirkan pencitraan," ujarnya.