REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Lobi masalah air zamzam antara Kementerian Agama dengan pihak Garuda Indonesia berakhir buntu.
Alhasil, ‘diskriminasi’ pemberian air zamzam kepada jamaah haji tak terelakkan. Jamaah yang naik Saudi Airlines mendapat 10 liter, sedangkan yang naik Garuda Indonesia mendapatkan lima liter.
Edayanti Dasril, Kepala Bidang Transportasi Haji Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, mengaku pasrah dengan perbedaan itu.
“Kita sih maunya seluruh jamaah dapat 10 liter, tapi ruang di pesawat Garuda tidak memungkinkan. Jadi alasanya safety,” katanya kepada Republika di Jeddah, Jumat (1/11).
Berdasarkan kontrak antara Kementerian Agama dengan dua maskapai yang mengangkut jamaah haji yaitu Garuda Indonesia dan Saudi Airlines, setiap jamaah diberikan lima liter air zamzam.
Air zamzam itu telah dikemas sedemikian rupa, dan diberikan kepada jamaah di bandara tujuan. Dengan pemberian air zamzam hadiah tersebut, jamaah tak diperbolehkan lagi membawa air zamzam bagi di dalam koper, tas troli, maupun ditenteng.
Di tengah jalan, ternyata pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan lima liter lagi sebagai bonus untuk jamaah Indonesia. Sebenarnya, baik jamaah yang naik Saudi Airlines maupun yang naik Garuda Indonesia, bisa mendapatkan bonus itu. Tapi, Garuda menolak menambah. Alhasil, hanya Saudi Airlines yang menambah.
Tapi bukankah Kementerian Agama sebagai user, bisa menekan Saudi Airlines yang merupakan mitranya, sehingga tak terkesan ada diskriminasi soal air zamzam? Terhadap pertanyaan ini, Eda hanya menarik napas panjang. “Kami tidak bisa berbuat banyak, karena Saudi Airlines tak mungkin menolak permintaan pemerintah kerajaan” katanya.
Eda mengatakan soal perbedaan air zamzam ini bisa jadi kelak akan dipertanyakan oleh DPR. “Yaa sudah, itu sudah risiko yang harus kami hadapi,” katanya.
Ke depan, kata dia, soal-soal seperti ini mestinya dibicarakan secara G to G, bukan lagi antara Kementerian Agama dengan maskapai penerbangan. Jika dibicarakan secara G to G, dia yakin masalahnya akan lebih clear.