REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang perkara korupsi sewa pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan terdakwa Hotasi Nababan dan Tony Sudjiarto, kembali dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/11).
Mantan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil hadir sebagai saksi. Dalam kesaksiannya, Sofyan menilai kasus Merpati merupakan risiko bisnis karena rekan bisnis BUMN itu ingkar janji. Menurut Sofyan, tak mungkin seluruh risiko bisnis bisa dicegah.
"Kalau mau bisnis yang aman-aman saja, ya tidak ada bisnis," kata Sofyan di hadapan majelis hakim.
Sofyan melanjutkan, Hotasi juga tak diam diri ketika tahu Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) sebagai rekan bisnis telah ingkar janji karena tak bisa memenuhi pesanan pesawat. Sofyan menilai Hotasi sudah melakukan mitigasi risiko untuk menyelamatkan uang 1 juta dolar AS yang sudah dibayarkan sebagai security deposite ke TALG.
"Saya yakin Hotasi tidak bersalah. Kenapa, karena dia sudah mengejar uangnya. Ini sudah dibawa ke pengadilan dan dimenangkan oleh Pengadilan Amerika. Mitigasi risiko sudah dilakukan. Itu baru potensi kerugian negara karena uang masih bisa diupayakan. Kalau saya Menteri BUMN-nya, saya suruh kejar walau itu mahal sekali," ujarnya.
Dalam kesempatan itu Sofyan juga memberikan analisanya. Menurutnya, kasus Merpati itu sengaja dipaksakan dibawa ke ranah hukum. Padahal ia tak melihat Hotasi berniat memerkaya diri atau pihak lain dengan memerintahkan pembayaran security deposit USD 1 juta untuk penyewaan dua unit Boeing yang akhirnya tak dikirim.
"Kalau motif itu yang tahu hanya Tuhan. Tapi buat apa Hotasi merugikan Merpati kalau itu mempertaruhkan kariernya? Saya tak melihat niat jahat karena Hotasi berani menggugat (TALG)," ujar Sofyan.
Karena itu, Sofyan berharap majelis bisa membuat putusan bijak dalam kasus Merpati.
"Saya ini jadi saksi secara sukarela. Saya menawarkan diri karena saya melihat Pak Hotasi didzolimi. Meski nanti pengadilan yang memuruskann, tapi saya berkepentingan atas legacy kasus ini," ujarnya.