REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Bahasa Arab, Ingkar diambil dari kata nakara yang berarti menyangkal, tidak membenarkan atau tidak mengakui.
Orang yang tidak mengakui atau menyangkal disebut mungkir.
Ragib al-Isfahani (wafat 502 H/1108 M), seorang pakar bahasa Alquran, mengatakan kata inkar pada mulanya berarti "sesuatu yang tidak tergambar oleh hati” sebagai anonim dari kata ‘irfan’ yang berarti "sesuatu yang tergambar oleh hati”.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata itu diartikan dengan "penolakan/penyangkalan”. Penyangkalan tersebut biasanya dinyatakan dengan lisan (ucapan) dengan menggunakan kata “tidak” atau "bukan".
Dengan demikian ingkar yang sinonim dengan juhud yang berarti pengingkaran itu, mempunyai dua pengertian. Pertama, penyangkalan dengan lidah sebagai ungkapan dari penolakan hati seperti pengertian yang dipahami dari surah Yusuf (12) ayat 58, "Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka mengingkarinya.”
Saudara-saudara Yusuf mengingkari kerena mereka tidak mengetahui bahwa yang mereka hadapi itu adalah Yusuf, saudara mereka sendiri.
Kedua, diartikan sebagai penyangkalan dengan lidah (ucapan) padahal hatinya dapat mengakui/membenarkan. Inilah yang disebut dengan dusta, seperti pada firman Allah SWT, "Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya...” (QS. An Nahal: 83).
Pada hakikatnya mereka mengetahui apa yang mereka peroleh itu adalah nikmat dari Allah SWT. tetapi karena kekafiran, mereka secara lisan tidak mengakuinya sebagai nikmat Allah SWT.
Ingkar, seperti pengertian di atas merupakan persoalan yang sangat mendasar dan banyak dijumpai dalam bidang-bidang fikih.