REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Tenaga Kerjaa dan Transmigrasi (Kemenakertrans) merasa bingung dengan aksi buruh yang seolah tiada henti. Pasalnya sudah banyak tuntutan buruh yang telah dipenuhi pemerintah.
"Apa lagi yang mau didemo, sudah begitu banyak tuntutan yang diakomodir," ujar Staf Ahli Kemenakertranns, Dita Indah Sari saat dihubungi Republika, Rabu (21/11).
Dengan banyaknya tuntutan yang telah diakomodir, Dita menghimbau buruh menghentikan aksinya. Menurutnya, buruh juga merupakan warga Indonesia yang juga harus bertanggungjawab terhadap kondusifitas bangsa.
"Ini sudah antiklimaks, bukan saatnya lagi demo, lebih baik menata kembali hubungan antara semua pihak," ucapnya.
Hari ini, buruh demo menolak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Istana Kepresidenan RI. Buruh menuntut dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional, tidak lagi dibebankan iuran.
Dita mengatakan aturan untuk mengiur sudah ada dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). "Berdasarkan amanat UU ini, buruh memang harus ikut mengiur, tetapi bebannya disharing dengan pengusaha," katanya.
Kemenakertrans, kata Dita, sudah berusaha agar buruh tidak usah mengiur, namun hal tersebut tetaplah tidak bisa. "Kami sudah sampaikan, tapi tidak bisa karena ini bukan maunya pemerintah tapi merupakan amanat UU," ujarnya.
Sebagai gantinya, dalam penyelenggaraan BPJS, buruh masuk dalam daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI). Iurannya pun diperkecil menjadi 1 persen hingga Desember 2015 mendatang.
Dita pun mempersilahkan buruh menjudicial review UU SJSN bila masih tidak mau menerima keputusan tersebut. "Kalau MK mengabulkan, bisa saja buruh tidak usah mengiur," ucapnya.