REPUBLIKA.CO.ID,ISTANBUL--Turki dan Israel membuka kembali perundingan bertujuan mengakhiri krisis hubungan kedua negara. Dua pejabat Israel menyatakan pada Jumat (23/11) seperti yang dilansir oleh Haaretz.
Krisis diplomatik pertama pecak saat insiden flotila di Gaza pada Mei 2010. Saat itu sembilan aktivis Turki di kapal Mavi Marmara dibunuh oleh tentara Israel yang menyerang kapal tersebut meski berada di perairan Internasional.
Utusan khusus Perdana Menteri Benyamin Netanyahu, Yosef Chiechanover bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Turki, Feridun Sinirlioglu, di Jenewa, pekan ini. Mereka mendiskusikan kemungkinan menyelesaikan krisis diplomatik, masih menurut dua pejabat tadi.
Pertemuan antara Chiechanover dan Sinirlioglu seharusnya diselenggarakan beberapa pekan lalu, namun ditunda. Terlepas dari konflik di Jalur Gaza pekan ini, dan kritik terbaru dari PM Turki, Recep Tayyip Erdogan mengenai Israel, kedua pihak memutuskan tak membatalkan lagi pertemuan.
Satu pejabat tinggi Israel menyatakan pertemuan kali ini merupakan upaya lain untuk solusi krisis flotila Gaza yang bisa diterima baik oleh Turki dan Israel.
Turki menuntut permintaan maaf dari Israel atas pembunuhan terhadap sembilan warganya yang ikut dalam pelayaran Mavi Marmara di Gaza. Turki juga menuntut kompensasi diberikan kepada keluarga korban baik yang meninggal ataupun terluka dalam serangan tersebut. Tak hanya itu, Turki juga menuntut Israel mengangkat blokade di Jalur Gaza.
Erdogan menegaskan baru-baru ini bahwa ia tak berniat membungkuk atau mengurangi tuntutannya. Semua tuntutan tadi, ujarnya, adalah persyaratan dasar menormalkan kembali hubungan kedua negara.
Chiechanover sebenarnya telah ditunjuk untuk mewakili Netanyahu dan menteri kabinet lebih dari setahun lalu. Ia juga yang mengajukan dokumen berisi draf permintaan maaf Israel untuk menyelesaikan krisis.
Namun PM Israel memutuskan tak mengadopsi langkah itu, salah satu alasan takut akan mencederai secara politik. Pasalnya salah satu orang kuat lain di Israel, Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman menentang bentuk permintaan maaf apa pun Israel kepada Turki atas insiden tersebut.
Penolakan Israel untuk minta maaf, disusul dengan langkah negara zionis membawa laporan ke PBB yang berbunyi serangan mereka terhadap Mavi Marmara dan blokade terhadap Jalur Gaza adalah legal mendorong Turki mengambil langkah lebih keras. Ankara mengusir duta besar Israel, menarik pula dubesnya dari Tel Aviv dan menurunkan hubungan relasi dua negara.